Berawal dari Guru hingga Sukses Jadi Owner Media Terbesar di Asia

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 09 Sep 2020 21:58 WIB

Berawal dari Guru hingga Sukses Jadi Owner Media Terbesar di Asia

i

Jakob Oetama

 

Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Kaliber Dunia, Jakob Oetama

Baca Juga: KPPS di Jatim Meninggal Dunia Bertambah Jadi 30 Orang, KPU Jatim: Ahli Waris Dapat Santunan

 

Tokoh pers Indonesia, Jakob Oetama, meninggal dunia, Rabu (9/9/2020), pada usia 88 tahun, di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ia merupakan pendiri Kompas Gramedia yang berangkat dari guru, kemudian menjadi jurnalis bersama rekannya PK Ojong, untuk membawa Kompas menjadi salah satu media terbesar di Indonesia dan bahkan di Asia. Jakob sebagai jurnalis menekankan tidak hanya menyajikan sebuah fakta, tetapi memberikan sebuah makna pada pembaca (jurnalisme makna).

 

Hal itu ia ungkapkan dalam pidato akademisnya saat ia dianugerahi Doktor Honoris Causa oleh Universitas Gadjah Mada pada tahun 2003. Judul pidato akademisnya berjudul “Antara Jurnalisme Fakta dan Jurnalisme Makna” yang membuat harian Kompas melakukan perubahan di masa demokrasi dan revolusi teknologi informasi.

“Pencarian makna berita serta penyajian makna berita itulah yang semakin merupakan pekerjaan rumah dan tantangan media kini,” kata Jakob Oetama dalam pidatonya seperti dikutip laman digital Kompas.com, Rabu (9/9/2020).

Ia mengawali karirnya pertama kali menjadi seorang guru. Dikutip dari buku Syukur Tiada Akhir, Jakob Oetama merupakan putra pertama dari 13 bersaudara dari pasangan Raymundus Josef Sandiya Brotosoesiswo dan Margaretha Kartonah.

Jakob, bernama asli Jakobus Oetama, lahir di Magelang pada 27 September 1931 justru memiliki cita-cita menjadi seorang pastor, tetapi niatnya itu tidak terwujud. Akhirnya ia pun menjadi guru karena sang Ayah yang juga berprofesi sebagai guru.

Semenjak saat itu, Jakob memutuskan untuk merantau ke Jakarta guna mewujudkan cita-citanya menjadi guru seperti sang ayah. Sesampainya di Jakarta, Jakob diminta untuk menemui kerabat sang ayah yang bernama Yohanes Yosep Supatmo pada 1952. Di Jakarta, dia mengajar di SMP Mardiyuwana, Cipanas, Jawa Barat, pada 1952 hingga 1953. Kemudian, Jakob pindah ke Sekolah Guru Bagian B di Lenteng Agung, Jakarta, pada 1953-1954. Lalu, dia pindah lagi ke SMP Van Lith di Gunung Sahari pada 1954-1956. Sambil mengajar SMP, Jakob melanjutkan pendidikan tingkat tinggi. Dia memilih kuliah B-1 Ilmu Sejarah, lalu melanjutkan ke Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta serta Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) hingga lulus pada 1961.

 

Jurnalistik Pertama di Penabur

Persentuhannya dengan jurnalistik terjadi ketika dia mendapat pekerjaan sebagai sekretaris redaksi mingguan Penabur. Karier Jakob Oetama di dunia jurnalistik bermula dari pekerjaan barunya sebagai redaktur majalah Penabur Jakarta.

Pada 1963, bersama rekan terbaiknya, almarhum Petrus Kanisius Ojong (PK Ojong), Jakob Oetama menerbitkan majalah Intisari yang menjadi cikal-bakal Kompas Gramedia. Kepekaannya pada masalah manusia dan kemanusiaanlah yang kemudian menjadi spiritualitas Harian Kompas, yang terbit pertama kali pada 1965.

Hingga lebih dari setengah abad kemudian, Kompas Gramedia berkembang menjadi bisnis multi-industri, Jakob Oetama tidak pernah melepas identitas dirinya sebagai seorang wartawan. Baginya, "Wartawan adalah profesi, tetapi pengusaha karena keberuntungan”.

 

Hidup Sederhana

Semasa hidup, Jakob Oetama dikenal sebagai sosok sederhana yang selalu mengutamakan kejujuran, integritas, rasa syukur, dan humanisme. Di mata karyawan, ia dipandang sebagai pimpinan yang "nguwongke" dan tidak pernah menonjolkan status atau kedudukannya. Almarhum berpegang teguh pada nilai humanisme transendental yang ditanamkannya sebagai fondasi Kompas Gramedia. Idealisme dan falsafah hidupnya telah diterapkan dalam setiap sayap bisnis Kompas Gramedia yang mengarah pada satu tujuan utama, yaitu mencerdaskan kehidupan Bangsa Indonesia.

Di bawah kepemimpinannya, Kompas berkembang pesat hingga kini memiliki beberapa anak perusahaan, mulai dari yang bergerak di bidang media massa, percetakan, hingga universitas.

Setelah sukses dengan Kompas, Jakob merasa perlu membuat media Indonesia yang berbahasa Inggris. Ia bersama beberapa rekannya akhirnya mendirikan The Jakarta Post yang pertama kali terbit pada 25 April 1983.

Baca Juga: KPU Jatim Catat 13 KPPS, 2 Linmas, dan 1 Sekretariat PPS Meninggal Dunia

Selain di media, Jakob juga aktif dalam beberapa organisasi pers. Ia tercatat pernah menjabat sebagai pembina pengurus pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan penasihat Konfederasi Wartawan ASEAN.

Berkat pengabdiannya, Jakob mendapatkan sejumlah penghargaan, termasuk gelar Doktor Honoris Causa di bidang komunikasi dari Universitas Gajah Mada dan Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah Indonesia pada 1973.

 

Kritis sejak Masuk RS

Sejak awal masuk RS Kelapa Gading, Jakob sudah dalam kondisi kritis. “Bapak pada saat 22 Agustus dirawat di kami. Pada awal kondisi kritis dan lemah. Kita lakukan perawatan maksimal,” kata Ronald saat diwawancarai Kompas TV di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (9/9/2020).

Keadaan Jakob Oetama sempat membaik selama perawatan di RS Kelapa Gading.  Namun, kondisinya memburuk karena faktor usia yang tua dan kesehatan yang menurun.

Dokter Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Felix Prabowo Salim, mengatakan, kondisi awal Jakob Oetama saat masuk rumah sakit sudah mengalami gangguan multiorgan.

Faktor usia dan penyakit komorbid memperburuk kondisi Jakob Oetama. “Selama perawatan sempat sebenarnya naik turun, di mana selama perawatan hampir lebih dari dua minggu sempat perbaikan dan terjadi penurunan, hanya pada saat-saat terakhir karena faktor usia dan kondisi semakin memburuk akhirnya beliau meninggal,” ujar Felix.

 

Sempat Koma

Baca Juga: Gegara Minum Kopi Buatan Ayah, Remaja di Pacitan Meninggal Dunia

Sebelum wafat, Jakob Oetama sempat mengalami koma atau kritis sejak Minggu (6/9/2020) sore.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Komunikasi Kompas Gramedia Rusdi Amral dalam tayangan di Kompas TV, Rabu (9/9/2020). "Bapak sudah mengalami koma atau kritis sejak Minggu sore. Rupanya Allah lebih senang memanggil beliau sehingga akhirnya pukul 13.05, Bapak berpulang," ujar Rusdi. Jakob akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (9/9/2020) pukul 13.05 WIB di usia 88 tahun.

 

Bukan karena Covid-19

Jakob Oetama dipastikan meninggal dunia dalam kondisi negatif Covid-19. Hal itu dinyatakan oleh pihak Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta “Kami dua kali melakukan pemeriksaan PCR, swab Covid-19, dan hasilnya negatif,” kata Felix.

 

Penghormatan dan pemakaman

Setelah dibersihkan dan dimandikan di rumah sakit, almarhum dibawa ke rumah duka di Jalan Sriwijaya 40, Kebayoran Baru, Jakarta untuk melakukan ibadah misa.

Jenazah Jakob kemudian disemayamkan di Gedung Kompas Gramedia, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta. Rencananya, jenazah akan dimakamkan, Kamis (10/9/2020) hari ini, di Taman Makam Pahlawan Kalibata. "Karena Bapak juga pemegang penghargaan Bintang Mahaputra, akan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata besok siang," ujar Rusdi Amral. Jk/erk/kom

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU