Dugaan Kekuatan Besar Dibalik Jaksa Pinangki

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 27 Agu 2020 21:40 WIB

Dugaan Kekuatan Besar Dibalik Jaksa Pinangki

i

Jaksa Pinangki Sirna Malasari (kiri), Djoko Tjandra (kanan)

 

Sinyalemen ada Konspirasi dan Sindikat Hukum oleh Jaksa Pinangki. Konspirasi ini untuk Bebaskan Djoko Tjandra, agar tak Dieksekusi Kejagung dengan Janji Pinangki yang Urus Fatwa MA. Nyatanya MA bantah Terima Proses Fatwa Buron Kasus Cassie Rp 500 Miliar

Baca Juga: 2 Crazy Rich Jakarta dan Surabaya, Ditahan Kejagung

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak, menduga ada pihak lain yang melindungi jaksa Pinangki. Untuk itu, Barita menyarankan agar kasus ini ditangani KPK. Harapannya tidak ada konflik kepentingan.

"Diduga ada kekuatan besar di belakang kasus Jaksa Pinangki yang harus diungkap pro-justicia. Dan publik sudah menduga ke arah sana," kata Barita, kepada wartawan, Kamis kemarin (27/08).

"Kenapa disebut kekuatan besar? Karena dia nggak punya kewenangan apa-apa untuk itu. Kenapa ini nggak maju-maju kasusnya, kan begitu. Itu yang membuat ini yang bisa saja mafia hukum, sindikat hukum," tambah Ketua Komja, agak gregetan.

 

Mengurus Fatwa

Fakta baru muncul dari pemeriksaan kasus dugaan suap yang menjerat jaksa Pinangki Sirna Malasari. Penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga Pinangki menerima suap dari Joko Soegiarto Tjandra untuk mengurus fatwa ke Mahkamah Agung (MA).

"Penyidik mendapatkan fakta untuk mendapatkan fatwa itu sehingga kepada para tersangka disangka melakukan perbuatan yang ada hubungannya dengan pengurusan fatwa. Apa yang diinginkan? Kira-kira bahwa tersangka JST (Joko Soegiarto Tjandra) ini, ini statusnya adalah terpidana. Kira-kira bagaimana caranya mendapatkan fatwa agar tidak dieksekusi oleh eksekutor, yang dalam hal ini jaksa. Jadi konspirasinya atau dugaannya adalah perbuatan agar tidak dieksekusi oleh jaksa meminta fatwa kepada MA. Kira-kira seperti itu," ungkap Hari Setiyono, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis (27/8/2020).

Namun, menurut Hari, pada akhirnya sampai saat ini tidak ada fatwa keluar dari MA. Hari mengatakan penyidik masih mengembangkan lebih lanjut perihal ini.

"Itulah penyidik akan mengembangkan itu. Jadi, dari hasil penyidikan sementara, teman-teman bisa memahami bahwa untuk urusan eksekusi kan dilakukan oleh jaksa. Kemudian bagaimana caranya mengubah supaya itu tidak dieksekusi, tentu tadi saya sampaikan dugaannya ada terkait dengan meminta fatwa. Jadi kira-kira peran dari masing-masing itu. Itulah yang sedang digali oleh penyidik untuk mendapatkan gambaran seluas-luasnya bagaimana hubungan eksekutor dengan yang diharapkan meminta fatwa itu," ucap Hari.

Tetapi faktanya, fatwa itu tidak berhasil sehingga untuk saat ini penyidik baru menemukan pengurusan fatwa yang tidak berhasil.

 

Pinangki dan Djoko Tjandra, Tersangka Suap

Proses pengurusan Fatwa terjadi pada kurun waktu November 2019 hingga Januari 2020. Namun Pinangki diketahui sebelumnya menjabat Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin).

Dan dari jabatannya, Pinangki tidak berkaitan langsung dengan perkara Djoko Tjandra.

Makanya, Korps Adhyaksa menjerat Pinangki (penerima suap) sebagai tersangka, bersama Djoko Tjandra (pemberi suap). Pinangki diduga menerima hadiah senilai Rp7 miliar untuk membantu proses pengurusan fatwa di MA.

Pinangki terungkap bertemu dengan Djoko Tjandra di Malaysia pada 2019. Padahal, kala itu Djoko Tjandra menjadi buronan kasus Bank Bali.

Baca Juga: Lagi, KPK Periksa Kabag Perencanaan dan Keuangan Setda Lamongan

Hari belum dapat menjelaskan secara rinci kronologi dari rencana pengajuan fatwa Djoko Tjandra tersebut. Pasalnya, Pinangki merupakan seorang jaksa sehingga tak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan fatwa MA.

Kamis kemarin, penyidik menetapkan tersangka Joko Sugiarto Tjandra. Penetapan ini, usai Djoko diperiksa oleh penyidik secara maraton selama dua hari, yakni pada Selasa dan Rabu.

Djoko Tjandra, merupakan tersangka yang memberikan hadiah kepada Pinangki agar mengatur kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung sehingga dirinya tidak perlu dieksekusi

 

Tak Ada Ajuan Fatwa

Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro membantah ada pengajuan fatwa dari Djoko Tjandra. Andi menyebut tak ada permintaan fatwa dari Djoko Tjandra hingga saat ini

Ia juga menepis tuduhan ada pegawai MA yang terkait dengan Pinangki mengurus fatwa tersebut. "Setelah kami cek ternyata permintaan fatwa itu tidak ada," kata Andi saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (27/8).

Temuan Kejagung dan bantahan MA ini yang menimbulkan kecurigaan Komisi Kejaksaan (Komjak). "Dia bukan pejabat eselon tinggi. Dia bukan penyidik, bukan punya kewenangan, nggak ada kaitannya dengan eksekutor, tapi kenapa bisa ketemu sama Joker? Itu kan yang publik selalu menduga-duga, maka diduga itu kan tidak bekerja sendiri. Ada keterlibatan pihak-pihak lain itu," ujar Ketua Komjak Barita Simanjuntak kepada wartawan, Kamis.

 

Baca Juga: Dalami Korupsi Pembangunan Gedung Pemkab, KPK Periksa Eks Ketua DPRD Lamongan

Panggil Petinggi Kejagung

Joker yang dimaksud Barita merupakan julukan untuk Djoko Tjandra. Komjak sebelumnya hendak memeriksa Pinangki, tetapi pihak kejaksaan menyatakan tidak perlu lantaran Pinangki sudah diperiksa oleh bidang pengawasan kejaksaan. Komjak pun terbentur kewenangan memeriksa Pinangki.

Oleh karena itu, Komisi Kejaksaan bakal memanggil pejabat tinggi di Kejaksaan Agung untuk diperiksa terkait laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Pemanggilan soal dugaan sempat berkomunikasi dengan Djoko Tjandra saat masih buron dan berada di Malaysia akhir Juni lalu. Pemeriksaan dilakukan pekan depan. "Kami rencana pekan depan akan memanggil pejabat Kejagung yang diduga berkomunikasi dengan Djoker (Djoko Tjandra) itu pekan depan," tambah Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak.

Terpisah, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menduga telah terjadi komunikasi antara pejabat tinggi Kejagung dengan Djoko Tjandra pada 29 Juni 2020. Boyamin pun meminta agar Komisi Kejaksaan melakukan penelusuran terhadap temuannya tersebut.

Boyamin juga telah menyerahkan sejumlah bukti permulaan kepada Komjak untuk ditelaah lebih lanjut. "Ini kan pejabat tinggi di Kejaksaan Agung, menelepon Djoko Tjandra. Saya tidak buka isi materi pembicaraannya apa. Bisa aja dia membujuk untuk pulang," kata Boyamin lewat sambungan telepon.

 

Kejagung harus Berinisiatif

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango berharap Kejaksaan Agung punya inisiatif menyerahkan penanganan kasus dugaan suap dan gratifikasi Jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait Djoko Tjandra ke pihaknya.

Nawawi mengaku enggan bicara secara langsung terkait pengambilalihan penanganan kasus tersebut. Namun, ia berharap ada inisiatif dari institusi terkait, dalam hal ini Kejagung untuk menyerahkannya. "Saya tidak berbicara dengan konsep 'pengambil-alihan' perkara yang memang juga menjadi kewenangan KPK, tetapi lebih berharap pada inisiasi institusi tersebutlah yang mau 'menyerahkan' sendiri penanganan perkaranya," ujar Nawawi saat dihubungi, Kamis (27/8/2020). jk/erk/cr3/sr/007/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU