Home / Pemilu : Dibalik Moncernya Suara PKS di Pemilu 2019. Sement

HTI (Diduga) Menyusup ke PKS

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 25 Apr 2019 08:31 WIB

HTI (Diduga) Menyusup ke PKS

Rangga Putra, Jaka Sutrisna Wartawan Surabaya Pagi Banyak kejutan di Pemilu 2019 yang digelar 17 April lalu. Salah satunya fenomena suara parpol berbasis umat Islam. Dari lima parpol berlabel Islam, hanya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang moncer. Namun yang fenomenal justru PKS karena pernah diprediksi tak lolos parliamentary threshold 4 persen. Namun berdasar hasil quick count beberapa lembaga survei kredibel, PKS malah meraup 8-9 persen suara nasional. Naiknya suara PKS ini dinilai lantaran partai berlambang bulan sabit kembar itu mampu merawat kelompok-kelompok Islam kanan, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan Presiden Jokowi. Sedang suara PKB di empat besar parpol dinilai karena coattail effect (efek ekor jas) paslon capres-cawapres nomor urut 1 Joko Widodo - Maruf Amin. ------ Demikian diungkapkan Pengamat politik Islam asal Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Abdul Chalik dan Direktur Parlemen Watch, Umar Sholahudin, Rabu (24/4/2019). Sementara itu, hasil rekapilulasi real count Pileg DPR RI versi Situng KPU di Pemilu2019.kpu.go.id tanggal 24 Apr 2019 pukul 19:00 dengan progress 82.496 dari 813.350 TPS (10.14274%) menyebut, dari lima partai Islam peserta pemilu, PKB masih menjadi yang terbanyak mendulang suara dengan 7,89%, disusul berturut-turut PKS 7,44%, PAN 6,83%, PPP 4,24% dan paling buncit PBB dengan 1,05%. Menurut hasil hitung cepat Litbang Kompas, PKS meraup suara 8,54%, jauh lebih besar dibanding Pemilu 2014 yang hanya 6,79 persen. Lingkaran Survei Indonesia Denny JA merilis hasil hitung cepat Pileg 2019 dengan data yang masuk 100 persen. Diungkap, perolehan PKS dalam Pemilu ini mendapat 8,04%. Adapun Lembaga survei Indikator Indonesia merilis persentase suara PKS meraup angka 8,18%. Abdul Chalik mengungkapkan, rontok dan moncernya partai-partai Islam di Indonesia dalam perhelatan Pemilu 2019 terjadi karena beberapa faktor. Seperti yang sudah diketahui, dari perolehan suara sementara yang masuk, tiga partai Islam yang antara lain Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Bulan Bintang (PBB) tercecer di klasemen bawah perolehan suara sementara. Selain Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang perolehan suaranya naik akibat coattail effect (efek ekor jas) Joko Widodo - Maruf Amin, penaikkan juga terjadi pada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mendulang suara sangat signifikan. Pendiri Sunan Giri Foundation ini menjelaskan, PKS mampu merawat kelompok-kelompok Islam kanan, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). "Perolehan suara PKS ini bisa naik karena mereka menganggap pemilu bukan sekedar memilih presiden dan caleg," cetus Abdul Chalik kepada Surabaya Pagi, Rabu (24/4/2019). "Bagi mereka, ini lebih ke persoalan ideology," lanjutnya. Di sisi lain, sambung Abdul Chalik, PBB justru kehilangan dukungan dari konstituen-konstituen Islam yang mendukung Masyumi pada tahun 1955. Suara mereka pun bergeser ke PKS. PAN, partai yang dekat dengan ormas Muhammadiyah ini juga tidak mendapat cukup suara dari umat muslim lantaran mendeklarasikan diri sebagai partai nasionalis-religus. Menurut Abdul Chalik, PPP sejatinya merupakan representasi partai Islam karena citra yang melekat sejak lama. Hanya saja, citra itu rusak lantaran jelang masa coblosan, Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy ditangkap KPK karena dugaan jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama RI. "PPP tidak punya cukup waktu untuk konsolidasi untuk mengatasi bencana politik yang menimpa mereka," ulas Abdul Chalik. Sementara itu, PKB disebut moncer karena mendapat efek ekor jas dari majunya KH. Maruf Amien sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo, sang petahana. Selain itu, menurut Abdul Chalik, suara PKB naik lantaran konsolidasi internal partai yang baik. Selain itu, program satu desa Rp4 miliar per tahun juga disebut-sebut mampu menarik perhatian sebagian besar masyarakat perdesaan menjadi efek elektabilitas partai. "Di bawah kepemimpinan (Ketua Umum DPP PKB) Muhaimin Iskandar, praktis tidak ada konflik. Jadi, konsolidasi partainya tuntas," terang dia. Meski begitu, menurut Abdul Chalik, perolehan suara secara umum partai-partai Islam ini masih kalah dari partai-partai nasionalis. Padahal, sebagian besar umat Islam mendominasi Indonesia. Hal ini disebabkan suara untuk partai tersebar ke lima partai Islam peserta pemilu. Punya Ide Beda Pengamat politik Islam lainnya, Umar Sholahudin menilai moncernya PKS disebabkan mereka tidak menggunakan kampanye identitas. Alih-alih berkampanye tentang Islam, PKS justru menawarkan gagasan-gagasan yang berbeda dari partai-partai Islam peserta Pemilu lainnya. Menurut dosen sosiologi politik FISIP Universitas Wijaya Kusuma (UWK) ini, ide-ide semacam SIM (Surat Ijin Mengemudi) seumur hidup dan bebas pajak kendaraan bermotor, rupanya mendapat sambutan baik dari pemilih di Jatim. Selain itu, mesin politik dan kader-kader PKS termasuk kokoh. Soalnya, walau diterpa guncangan politik semisal konflik internal partai, tidak membuat mesin dan kader mereka menjadi lemah. Umar mencontohkan, pada tahun 2013 silam, Presiden PKS ketika itu Luthfi Hasan Ishaaq, divonis 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar karena terlibat korupsi kuota impor daging sapi. Namun begitu, penampilan PKS pada Pemilu 2014 tetap perkasa. "Ketika itu banyak survei menyebut PKS bakal tidak lolos ambang batas. Rupanya mereka eksis," papar Umar. "Tahun ini juga begitu. Dilanda hengkangnya beberapa kader, PKS malah bersinar," lanjutnya. PPP tak Kokoh Di sisi lain, PKB dan PAN sudah mempunyai ceruk pemilih masing-masing. Seperti yang sudah umum diketahui, PKB merupakan representasi NU, sementara PAN mewakili Muhammadiyah. Hanya saja, perbedaan kedua partai ini ada pada perilaku pemilih. Mayoritas orang NU menjatuhkan pilihan mereka ke PKB. Di lain pihak, mayoritas pemilih PAN merupakan pemilih rasional yang tidak menjatuhkan pilihan mereka berdasarkan identitas. "PPP anjlok karena basis pendukung mereka kurang kokoh dan kurang menyebar, selain terdampak kasus ketua umum mereka yang ditangkap KPK. Sementara anjloknya suara PBB lantaran mereka memutuskan untuk mendukung Jokowi. Itu tidak sesuai dengan keinginan konstituen mereka," ucap Direktur Parlemen Watch ini. PKB Jatim Menanggapi penampilan partai Islam di kancah pesta demokrasi lima tahunan ini, Wakil Ketua Bappilu DPW PKB Jatim Fauzan Halim mengungkapkan, tingginya perolehan suara partainya daripada partai-partai Islam lainnya ini sejatinya tidak terlepas dari kerjasama yang kuat antara tim sukses, caleg-caleg dan relawan. Selain itu, PKB konsisten mengampanyekan program-progam mereka. Meski begitu, efek coattail effect dari Maruf Amien juga turut menyumbang suara. "Kami bersyukur rakyat Jatim, khususnya umat Islam masih mempercayakan pilihan mereka kepada PKB," cetus Fauzan Halim kepada Surabaya Pagi, Rabu (24/4/2019). Yang menarik, sambung Fauzan, data Situng KPU di Pemilu2019.kpu.go.id itu tidak benar-benar update. Soalnya, pihak PKB Jatim sendiri telah mengantongi 70% hasil suara di TPS-TPS yang tersebar di 14 dapil se-Jatim. Di sisi lain, website Situng hingga Rabu malam, masih berada di kisaran angka 5% dengan menempatkan PKB di bawah PDI Perjuangan. Dari hasil catatan PKB Jatim, justru partai Nahdliyin ini lebih perkasa dari PDI Perjuangan. Sebelumnya, lembaga-lembaga survei menyebut partai banteng mengkudeta PKB di tanah Jatim. Namun, dari 70% suara yang telah dicatat PKB itu, partai yang dipimpin oleh Muhaimin Iskandar ini malah jadi yang nomor satu. "Dari penghitungan suara sementara 70 persen ini, kami unggul lima kursi dari PDI Perjuangan di DPRD Provinsi Jatim," papar Fauzan. Rahasia PKS Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan, kenaikan suara partainya di Pemilu 2019 tidak bergantung pada coattail effect dari Pilpres. "Kami tidak ada urusan dengan Pilpres. Kenaikan PKS itu menurut kami sejak dari awal. PKS menegaskan diri bahwa kami tidak menggantungkan diri pada coattail effect," kata Hidayat. Hidayat mengatakan, meningkatnya suara PKS disebabkan kerja-kerja politik dengan gagasan yang cerdas. Gagasan politik seperti pembebasan pajak utuk kendaraan bermotor dan SIM seumur hidup disambut baik oleh masyarakat. "Mengapa tidak diberikan SIM berlaku seumur hidup? Mengapa pajak penghasil dimulai dari 4,5 juta? Kami memulai dari 8 juta. Ini suatu politik gagasan yang disambut sangat baik oleh masyarakat," ujarnya. Tak hanya itu, PKS juga mendekati kelompok muda atau milenial dengan membuat film untuk berkomunikasi dengan pemilih milenial. "PKS satu-satunya partai yang membuat film untuk berkomunikasi dengan para milenial. Itu efektif menempuh kalangan milenial," tuturnya. Selanjutnya, Hidayat mengatakan, PKS juga didukung oleh ustadz Abdul Somad dan Rizieq Shihab sehingga menjadi pemicu meningkatnya suara PKS di Pemilu 2019. Selain itu, kader-kader PKS di lapangan aktif dalam mengampanyekan partai. "Terakhir tentu PKS kader-kadernya militan dan aktif melakukan kegiatan memenangkan PKS, bukan hanya dalam negeri tapi juga luar negeri," pungkasnya. n

Editor : Redaksi

Tag :

BERITA TERBARU