PDIP Langgengkan Politik Dinasti di Jatim

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 06 Jul 2020 22:26 WIB

PDIP Langgengkan  Politik Dinasti di Jatim

i

Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas bersama istrinya, Ipuk Fiestiandani.

 

SURABAYAPAGI, Banyuwangi- Politik dinasti di Jawa Timur (Jatim) ternyata masih berlanjut, meski praktik ini kerap berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seperti penangkapan Edy Rumpoko, terkait dugaan suap fee 10 persen dari proyek pengadaan meubelair senilai Rp5,26 miliar. Politisi PDIP itu sudah lengser dari Walikota Batu dan posisinya digantikan istrinya, Dewanti Rumpoko, yang menang pada Pilkada 2017.

Baca Juga: PDIP Surabaya Siapkan 16.334 Saksi di Pemilu 2024

Dan kini yang terbaru,  PDIP resmi mengusung Ipuk Fiestiandani dan Sugirah, dalam kontestasi Pilkada Banyuwangi 2020. Rekomendasi nama pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Banyuwangi dalam Pilkada 2020 ini sudah turun dan diterima oleh DPC PDIP Kabupaten paling ujung Timur Pulau Jawa ini. Ipuk adalah istri dari Bupati Banyuwangi saat ini, Abdullah Azwar Anas.

Penyampaian rekomendasi Cabup dan Cawabup dari PDIP di Pilkada Banyuwangi 2020 digelar dalam rapat internal DPC PDIP Banyuwangi, Minggu (5/7). Ketua DPC PDIP Banyuwangi, I Made Cahyana Negara, membenarkan turunnya rekomendasi dari DPP PDIP. Rekomendasi ini disosialisasikan kepada pengurus dan simpatisan partai.

"Hari ini kita rapat internal untuk menyampaian kepada pengurus cabang mengenai rekomendasi dari DPP yang sudah diturunkan ke DPC. Nama Ipuk Fiestiandani dan Sugirah untuk calon bupati dan wakil bupati," ujarnya.

"Beliau adalah istri dari Bupati Anas. Tentunya penunjukan ibu Dani Azwar Anas ini sudah digodok dengan matang oleh DPP PDIP," ujar Made Cahyana Negara. Ipuk Fiestiandani bergandengan dengan Sugirah yang menjadi Calon Wakil Bupati dari PDIP. Sugirah adalah anggota DPRD Banyuwangi saat ini. "Sugirah adalah anggota DPRD Banyuwangi sekaligus Bendahara PDIP Banyuwangi," tambahnya.

Menurut Cahyana Negara, pihaknya masih membuka peluang kepada partai lain untuk berkoalisi. Meskipun sebenarnya, PDIP Banyuwangi bisa mengusung sendiri Cabup-Cawabup pada kontestasi Pilkada 2020 ini.

Turunnya rekom PDIP pada istri Anas ini membuktikan praktek politik dinasti masih marak terjadi di Jawa Timur.

 Di Jawa Timur, sebelumnya tercatat Dewanti meneruskan kepemimpinan suaminya, Eddy Rumpoko yang menjadi Wali Kota Batu selama dua periode.

Dan yang paling miris adalah  politik dinasti di Kabupaten Kediri. Dinasti politik keluarga Sutrisno menguasai pemerintahan di Kabupaten Kediri, sejak tahun 1999.

Dimulai pada masa kepemimpinan Sutrisno sendiri sebagai Bupati Kediri selama dua periode, mulai tahun 1999 sampai 2009. Habis masa jabatannya, kekuasaan lalu dilanjutkan sang istri, Haryanti Sutrisno, yang menjabat Bupati Kediri periode pertama pada 2010 sampai 2015.

Kekuasaan Haryanti yang diusung PDIP itu juga langgeng, dan berlanjut ke periode kedua, mulai tahun 2016 sampai 2021.

Saat ini, keluarga Sutrisno juga sudah menyiapkan sosok generasi penerus, yang digadang-gadang menjadi calon bupati di Pilkada Kabupaten Kediri 2020 mendatang. Dialah Eggy Adityawan, anak ketiga Sutrisno.

 

Jawa Timur, Gudangnya Politik Dinasti

Nagara Institute (NI) merilis hasil penelitian tentang olgarki dan politik dinasti di Indonesia. Penelitian tersebut membahas politik dinasti dalam pilkada 2015, 2017, 2019 di berbagai daerah di Indonesia.

Cukup mencengangkan, dari hasil penelitian tersebut, Jawa Timur menduduki peringkat pertama menjadi provinsi dengan wilayah terbanyak terpapar politik dinasti. Yakni sebanyak 14 wilayah.

Baca Juga: Untag Surabaya: Tolak Politik Dinasti dan Intimidasi

Hasil tersebut tak beda jauh dengan riset yang dilakukan pimpinan wilayah pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jatim.

PWPM Jatim menuturkan sebanyak 13 dari 19 daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkad) serentak di Jatim berpotensi terjadinya politik dinasti.

Satria Ketua Riset PWPM Jatim menuturkan adapun 13 daerah yang berpotensi terjadi politik dinasti ini diantaranya Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya, Kabupaten Banyuwangi, Kota Blitar, Kabupaten Mojokerto, Kabupten Ngawi, Kabupaten Tuban, Kabupten Lamongan, Kabupten Pacitan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Gresik, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Trenggalek.

“Politik dinasti disini dipahami bukan hanya berkaitan dengan hubungan keluarga tetapi juga dipahami sebagai hubungan patron dan kleintenisme (transaksional) yang berhubungan dengan usaha mempertahankan kekuasaan,” kata Satria. Lebih lanjut Satria menjelaskan pemetaan ini akan mempengaruhi preferensi politik atau pilihan politik pada struktur masyarakat di 19 kabupaten/kota di Jawa Timur.

Riset politik menjelang pilkada serentak 2020 ini dilaksanakan pada 1-14 November 2019 lalu. Riset melibatkan 1066 responden dengan teknik pengambilan data memakai multi stage random sampling, dimana lokasi diambil di 19 Kab/kota di Jawa Timur yang menyelengarakan pilkada serentak tahun 2020.

Kemudian, dari masing – masing kabupaten/kota diambil empat sampai lima kecamatan untuk dijadikan sampling penelitian secara proposional. Selain metede tersebut, penelitian ini mengunakan metode kualitatif, dengan pendekatan wawancara mendalam (indep Interview) terhadahap responden di 19 kab/kota yang bisa. Peneliti juga menerapkan margin of error sebanyak 3%. 

PWPM Jatim juga menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap tokoh kunci di 19 Kabupaten/Kota serta diperkuat dengan studi pustaka untuk menguraikan persoalan yang diangkat dalam penelitian politik dan demokrasi lokal.

Satria menjelaskan politik dinasti bukan hanya berkaitan dengan hubungan keluarga, tetapi juga sebagai hubungan patron dan kleintenisme (transaksional) yang berhubungan dengan usaha mempertahankan kekuasaan.

Baca Juga: Mahasiswa Medan Gelar Aksi Mimbar Rakyat Menolak Politik Dinasti

Dalam riset juga disebutkan bahwa sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya politik dinasti di 13 daerah tersebut

Pertama, kepala daerah sebelumnya mapan secara ekonomi, sehingga bisa melancarkan politik kleintenisme.

Kedua, memiliki trah/keturunan sebagai pemimpin.

“Banyak masyarakat yang percaya, jika kepala daerahnya bukan keturunan orang ini, maka masyarakat di situ tidak akan sejahtera,” ucap Satria.

Ketiga, pertimbangan keberlangsungan pembangunan daerah yang dinilai mampu dilanjutkan oleh calon penerus.

Keempat, kepala daerah sebelumnya yang berkaitan dengan calon memiliki karakter tegas, berintegritas, dan lainnya.

Kelima, kinerja kepala daerah sebelumnya yang berkaitan dengan calon dinilai baik.adt/ilh/ana


Editor : Aril Darullah

BERITA TERBARU