Rizieq Kurang Pantas Suarakan Revolusi Akhlaq

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 21 Okt 2020 21:41 WIB

Rizieq Kurang Pantas Suarakan Revolusi Akhlaq

i

Ilustrasi karikatur

Pandangan Ekonom Senior Unair Dr. H. Tjuk Kasutri Sukiadi, Pengamat Komunikasi Surabaya, Dr. H. Dhimam Abror dan Pengamat Politik dari Universitas Paramadina Jakarta Hendri Satrio, terkait Seruan FPI akan Lakukan Revolusi Akhlak Bila Habib Rizieq Shihab, Bisa Pulang ke Indonesia

 

Baca Juga: Jokowi vs Mega, Prabowo vs Mega = Kekuasaan

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Ditengah gegap gempitanya demo menolak UU Cipta Kerja melalui aksi demo, muncul gaung dari FPI (Front Pembela Islam) inginkan revolusi akhlak. Ini akan dijalankan saat Habib Rizieq Shihab, kembali ke Indonesia. Gaungnya menimbulkan reaksi pro kontra.

FPI menggaungkan Revolusi Akhlaq karena, selama 6 tahun, pemerintahan Joko Widodo, Revolusi Mental sebagai jargon, belum terlihat drastis pada periode pemerintahan Joko Widodo. Apalagi revolusi mental hingga periode kedua Jokowi, belum pernah dievaluasi. Juga ada perbedaan antara kedua revolusi yang digaungkan, baik itu revolusi mental-nya Jokowi dengan revolusi akhlaq dari Habib Rizieq. Meskipun demikian, jangan sampai terjadi konflik hingga menyebabkan perpecahan.

Demikian pandangan Sekretaris FPI Munarman,  praktisi komunikasi massa Dr. H. Dhimam Abror, budayawan yang juga ekonom senior Surabaya, Dr. H. Tjuk Sukiadi Kasturi, dan  pengamat politik  Universitas Paramadina Jakarta, Hendri Satrio. Mereka dihubungi secara terpisah oleh tim wartawan SURABAYAPAGI.com, Rabu (21/10/2020).

 

Jangan Sampai Ada Konflik

Menurut pandangan Dr. H. Dhimam Abror, Revolusi mental yang menjadi jargon jokowi selama ini masih hanya menjadi casing. “Belum ada perubahan yang signifikan dari jargon yang disampaikan sejak Kampanye Pilpres Jokowi periode pertama hingga kedua. Masih menjadi jargon," jelasnya.

Alih-alih pembenahan budaya, pembenahan birokrasi masih belum terealisasi sepenuhnya. Dengan dikabarkannya Habib Rizieq Shihab yang akan datang ke Indonesia, Revolusi Akhlaq digadang -gadang akan di implementasikan.

Revolusi Akhlaq di masa Revolusi Mental Jokowi tentunya menjadi sebuah sorotan bagi Dr. H. Dhimam Abror. "Terdapat perbedaan antara kedua revolusi yang digaungkan. Meskipun demikian, jangan sampai terjadi konflik hingga menyebabkan perpecahan," sambung Praktisi Pers itu.

Komunikasi politik yang dilakukan oleh Jokowi dan Habib Rizieq memang sangat berbeda. Ada alasan yang mendasari terjadinya komunikasi tersebut. Dr. H. Dhimam Abror selaku pengamat komunikasi mengatakan bahwa Revolusi Mental Jokowi dibentuk atas dasar nasionalisme, sedangkan Revolusi Akhlaq yang digaungkan Habib Rizieq atas dasar Al-Quran dan As-Sunnah.

"Komunikasi Politik yang dilakukan Jokowi itu bersifat High Context, sedangkan yang dilakukan Rizieq Shihab adalah Low Context," sambungnya. High context ini berarti, komunikasi yang dilakukan Presiden Indonesia itu bersifat implisit dan ambigu. Hal ini menuntut masyarakat agar menafsirkan pesan dengan sendirinya.

Berbeda dengan Habib Rizieq, low context communication yang dilakukan olehnya disampaikan secara frontal, to the poin/tanpa basa basi. Kendati demikian, Dr. Dhimam Abror berharap tidak ada gerakan gerakan yang mengancam keamanan Republik Indonesia kedepannya.

 

Revolusi Akhlaq Perlu

Terpisah, rencana revolusi akhlaq dari Habieb Rizieq direspon tegas oleh budayawan yang juga seorang ekonom senior Dr. Tjuk Kasutri Sukiadi. Menurutnya, revolusi akhlaq sangat diperlukan dan dibutuhkan oleh negara, tetapi harus dilakukan pihak yang memiliki pemerintahan di dalam negara.

“Butuh juga untuk revolusi akhlak pada negara. Tetapi tidak melalui Habib Rizieq Shihab. Rizieq itu siapa? Sebelum melakukan Revolusi Akhlaq pada negara, hendaknya merubah akhlaq dia terlebih dahulu," tegas Tjuk Sukiadi, Rabu (21/10/2020).

Pasalnya, antara revolusi akhlaq apa yang digaungkan Rizieq dengan Revolusi Mental-nya Jokowi, tidak akan mempengaruhi apapun.

Meski begitu, Rizieq dinilai kurang pantas dalam menyuarakan Revolusi Akhlaq. Ini hanya "mencari sensasi" saja. Menurut Budayawan itu, tragedi ini di sinyalir ada niatan merebut kekuasaan pemerintahan Jokowi. "Saya menilai, tujuan dari menyematkan Revolusi Akhlaq itu bagian dari upaya mengambil alih kekuasaan pemerintahan Jokowi. Ini termasuk meremehkan kinerja pemerintahan," sambungnya.

Baca Juga: Dinyatakan oleh Ketua Dewan Kehormatan PDIP, Sudah Bukan Kader PDIP Lagi, Jokowi tak Kaget

Dr. Tjuk Kasutri Sukiadi lebih antusias jika Indonesia melakukan Revolusi Akhlaq melalui pemerintahan Jokowi. Hal itu dirasa karena Jokowi lebih pantas menyuarakan agar lebih terstruktur dalam pemerintahan.

 

Berbeda dengan Revolusi Mental

Sementara terkait revolusi akhlaq yang akan dibawah oleh Rizieq Shihab, Sekretaris Umum FPI Munarman angkat bicara. Menurut Munarman, revolusi akhlak yang diusung Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab berbeda dengan revolusi mental yang digaungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Munarman mengatakan revolusi akhlak gagasan Rizieq akan menggantikan revolusi mental ala Jokowi yang gagal. Menurutnya, revolusi mental telah gagal karena tak berlandaskan Alquran dan sunah.

"Revolusi akhlak adalah dari akhlak jahiliyah kepada akhlak yang berdasarkan Alquran dan as-sunnah yang dipraktikkan Rasulullah," kata Munarman, seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (21/10/2020).

Sementara, Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) Slamet Ma'arif mengatakan revolusi akhlak punya sandaran yang jelas. Menurutnya, Rizieq hendak memperbaiki perilaku bangsa Indonesia sesuai tuntunan Nabi Muhammad SAW. "Kalau revolusi akhlak berdasar dan bersandar pada akhlak Rasulullah, ajaran Islam. Kalau revolusi mental tanya Pak Jokowi dan kawan-kawan. ya dasarnya apa," kata Slamet.

Slamet berkata revolusi akhlak akan menghilangkan perilaku buruk, seperti suka berbohong, berkhianat, zalim, mengadu domba, dan mengkriminalisasi ulama.

"Kita ingin ada perubahan yang cepat dan menyeluruh dari perilaku suka bohong menjadi perilaku jujur, perilaku khianat menjadi amanah, perilaku zalim menjadi adil," kata Slamet.

 

Baca Juga: Tudingan Politisasi Bansos tak Terbukti, Jokowi Senang

Evaluasi Revolusi Mental

Terpisah Hendri Satrio, pengamat politik dari Universitas Paramadina, menilai justru revolusi mental tidak pernah dievaluasi. Sehingga muncul apa yang digaungkan oleh Habib Rizieq.

"Revolusi mental, itu aja nggak pernah dievaluasi. Sampai sejauh mana progressnya. Kan nggak ada yang menyentuh tuh," kata Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio, Rabu (21/10/2020).

Hendri menjelaskan bahwa revolusi mental merupakan salah satu program Jokowi yang belum tuntas. Dia membeberkan beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa program ini belum berhasil. Tak heran, bila ada yang ingin merubah dengan revolusi akhlaq ala Habib Rizieq itu.

"Kalau revolusi mental berhasil, nggak mungkin ada isu radikalisme. Kalau revolusi mental berhasil, nggak mungkin ada buzzer-buzzer berkeliaran di timeline medsos itu," tuturnya.

Dia menyarankan agar Jokowi bisa melanjutkan sejumlah pekerjaan rumahnya yang belum tuntas. Beberapa di antaranya yakni yang dalam sembilan agenda prioritas.

"Banyak pekerjaan rumahlah. Saya sarankan, Pak Jokowi melanjutkan yang belum selesai. Kayak nawa cita ini kan belum selesai. Jadi, kayak teori spion aja. Melihat ke belakang, untuk maju ke depan. Begitu saja," ungkapnya.

Meskipun ukuran keberhasilan program revolusi mental tidak jelas, namun dia menilai program ini masih jauh dari harapan. Hal ini bisa dilihat dari kondisi masyarakat yang terjebak dalam pusaran ujaran kebencian.

"Revolusi mental ini ukurannya memang tidak jelas. Kalau dibilang berhasil pun nggak bisa. Apalagi sekarang kondisi masyarakat seperti ini. Misalnya, mudah terpicu sama ujaran kebencian. Lalu, mental pejabat juga belum berubah dari ingin dilayani, jadi melayani," ungkapnya. mbi/erk/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU