Jokowi vs Mega, Prabowo vs Mega = Kekuasaan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 25 Apr 2024 21:10 WIB

Jokowi vs Mega, Prabowo vs Mega = Kekuasaan

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Peta politik atas ketidak hadiran capres-cawapres usungan PDIP, Ganjar Pranowo-Mahfud Md, saat penetapan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2024-2029, makin terbaca .

Akal sehat saya membaca ini adalah perebutan kekuasaan. Bukan kalah menang dalam sengketa pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Senin lalu (22/4/2024).

Baca Juga: Misteri Cak Imin, Tantang Khofifah

Selama bergulat dengan elite politik lokal dan nasional, saya paham bahwa kekuasaan khas Indonesia adalah kebenaran relatif dan bukan semata keadilan substansial.

Literasi yang saya baca, kebenaran relatif adalah kebenaran yang berubah-ubah, tidak tetap, dan dapat dipengaruhi hal lain di luar hakikat dirinya. Beda dengam kebenaran mutlak. Kebenaran absolut umumnya kebenaran yang tidak berubah-ubah dan tidak dipengaruhi oleh faktor lain.

Maklum, umumnya politisi kita tidak bisa ditebak tabiatnya. Saya tahu parameter persaingan Jokowi-Mega dan Prabowo-Mega.

Terutama Mega. Sejak ditinggal mati, Taufik Kiemas, suaminya, Mega makin keras kepala. Persaingan dengan SBY tahun 2004, sampai kini belum cair.

Demikian juga perseteruan dengan Jokowi, bisa seusia Persaingan Mega dengan SBY.

Akal sehat saya berpikir, tipis sekali melunakan hati Mega, yang terlanjur luka dengan penggunaan kekuasaan Jokowi, memaksakan Gibran, jadi cawapres Prabowo.

Bisa jadi kakunya Mega melompati kebenaran relatif ke kebenaran absolut. Pada saat usianya makin uzur, ia meneguhkan ke kebenaran dari Tuhan. Bisa jadi ia tidak ragu memilih oposisi.

Saya membaca Megawati merasa "ditelikung" Jokowi, yang majukan Gibran. Saya serap Mega, Nothing to Lose. Kesan saya posisi Mega yang tanpa beban, tidak ewuh pakewuh dengan Jokowi dan Prabowo.

 

***

 

Jarum jam sudah menunjukan lonceng kekuasaan Jokowi, tinggal hitungan waktu. Makanya ia mengaku senang tudingan telah melakukan politisi bansos tidak dibuktikan oleh MK. Ia menyangkut reputasi politiknya saat berkuasa. Beda dengan presiden terpilih Prabowo. Kita semua belum tahu apa dan bagaimana ia menggunakan pisau kekuasaannya.

Baca Juga: Kisah Politisi Fahri Hamzah: Dulu Caci Maki Jokowi, Kini Puja-puji

Apa akan mengulangi peristiwa saat ia memegang jabatan Komandan Kopassus dulu. Walahualam.

 

***

 

Ada hal yang mengusik saya tentang kemampuan bernarasi Prabowo, saat pidato penetapan sebagai presiden terpilih oleh KPU.

Ia tidak menyampaikan ketegasan jaminan kebebasan pers saat berkuasa nanti, seperti era Megawati, SBY dan Jokowi.

Ia berpidato hanya sekitar pengetahuan tentang norma kebebasan pers.

Baca Juga: Gerakan Buruh, Jaringan dan Aspirasi Politiknya

Padahal, sebagai presiden, ia punya kekuasaan politik untuk membuat kebijakan yang bisa mengikat seluruh warga negara.

Wajar bila nanti PDIP akan mengambil sikap oposisi terhadap pemerintahan Prabowo. Ibarat kekuasaan itu sebuah permainan politik, kita tak tahu kebijakan pemerintahan Prabowo, lima tahun ke depan.

Nah, persaingan Jokowi vs Megawati dan Prabowo-Megawati, menurut akal sehat saya tak jauh jauh amat dari kekuasaan politik kepentingan.

Disana ada kewenangan, maka kekuasaan politik bisa diibaratkan sebagai sebuah pisau dapur.

Ia bisa digunakan untuk melakukan kerja-kerja yang bermanfaat, terutama untuk menyelesaikan urusan dapur. Namun, pisau dapur bisa juga digunakan oleh seseorang untuk menakut-nakuti, bahkan membunuh siapa saja yang dianggap sebagai penghalang maksud jahatnya.

Jelas, ada manfaat dan mudharot sebuah kekuaaan seperti pisau dapur. Ini tergantung siapa pemegangnya. Dalam politik, ada orang-orang baik yang memiliki ketrampilan khusus untuk berstrategi. Disini, kekuasaan politik akan menghadirkan manfaat. Sebaliknya, di tangan para advonturir politik, kekuasaan politik bisa dijadikan sebagai alat untuk memenuhi hasrat menguasai segala yang mereka ingin demi kemewahan dunia. Nah, kita tunggu pemegang kekuasaan di Indonesia 2024-2029.

Saya diajarkan oleh guru ngaji saya fungsi penting kekuasaan, yaitu menolong. Sama-sama menolong, tanpa kekuasaan, orang juga bisa menolong. Dengan harta kekayaan, misalnya. Namun, jika dibandingkan antara kekuasaan dengan harta kekayaan, implikasi sesungguhnya sangatlah tidak sebanding. Seseorang dengan harta kekayaan, memang bisa menolong orang lain, tetapi dengan jumlah yang sangat terbatas. Namun, tidak demikian dengan kekuasaan, karena padanya ada alat ruda paksa berupa aparat. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU