70,3% Harta Penyelenggara Negara Naik Saat Pandemi. Ada yang Bisnisnya Menggurita?

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 12 Sep 2021 20:29 WIB

70,3% Harta Penyelenggara Negara Naik Saat Pandemi. Ada yang Bisnisnya Menggurita?

i

Ilustrasi karikatur

Tidak Lazim, KPK Harus Telusuri

 

Baca Juga: Lagi, KPK Periksa Kabag Perencanaan dan Keuangan Setda Lamongan

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta-  KPK mencatat ada 70,3% penyelenggara negara selama setahun terakhir di masa pandemi harta kekayaannya naik. Sebagian besar kenaikan harta pejabat itu ada di tingkat kementerian.

Tercatat anak buah Jokowi-Ma'ruf yang memiliki harta hingga triliunan adalah Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Nadiem Makarim, Erick Thohir, dan Sakti Wahyu Trenggono. Namun yang tercatat paling tinggi adalah Sandiaga Uno sebesar Rp 3,8 triliun. Ada juga menteri yang punya bisnis tambang dengan aset tanah ribuan hektar. dan ada yang mengurita. Harian kita menurunkan liputan penyelenggra negara yang hartanya bertambah mulai presiden Jokowi hingga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, disertai analisi pengamat politik lokal Surabaya dan Malang. Berikut laporan wartawan Surabaya Pagi dari Jakarta dan Surabaya yaitu Jaka Sutisna, Erick, Mariana dan Sammy Mantolas.

 

Data kekayaan  para pejabat  tersebut ditampilkan dalam acara diskusi virtual bertajuk Laporan Harta Kekayaan (LHKPN) yang disiarkan di YouTube KPK.

"Kita amati juga selama pandemi setahun terakhir ini, secara umum itu penyelenggara negara 70,3 persen hartanya bertambah. Kita pikir pertambahannya masih wajar," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam keterangannya yang dinukil dari kanal Youtube KPK, Minggu (12/09/2021).

Beberapa nama pejabat negara yang hartanya mengalami kenaikan diantaranya Presiden Joko Widodo, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Pertahanan Prabowo Subiato, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas serta beberapa nama pejabat lainnya.

Naiknya kekayaan sejumlah Pejabat selama masa pandemi dinilai masyarakat sangat tidak wajar. Mengingat, dampak dari pandemi adalah menurunnya aktivitas perekonomian. Hal ini pun menimbulkan sejumlah keraguan dari masyarakat terhadap harta kekayaan para pejabat.

Salah satunya datang dari aktivis mahasiswa sekaligus Kordinator Wilayah V (Jatim, Bali dan Mataram) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) periode 2018-2020 Ridwan Tapatfeto.

Menurutnya, KPK harus dengan teliti menelusuri asal muasal harta kekayaan para pejabat. Karena baginya, adalah tidak lazim bila dimasa pandemi kekayaan pejabat justru meningkat. Selain karena ekonomi yang menurun, kebijakan pemerintah terhadap refocusing anggaran juga masuk ke dalam pertimbangannya.

"Sekarang anggaran negara itu dialihkan ke covid-19. Bahkan remunerasi ataupun tukin (tunjangan kinerja) itu juga dipotong. Kalau kita lihat pemberitaan, di DKI setahu saya tukinnya dipotong 50. Jadi ini sangat tidak lazim bagi saya," kata Ridwan Tapatfeto kepada Surabaya Pagi, Minggu (12/09/2021).

Alasan lain ia mendorong KPK untuk menelusuri kekayaan para pejabat negara, karena salah satu pembantu presiden yakni mantan Menteri Sosial Juliari Piter Batubara sempat tersandung kasus kosupsi suap dana bantua sosial (bansos) hingga Rp32,4 miliar.

Baca Juga: Dukung Sinergi Kementerian BUMN dan TNI, PLN Maksimalkan Sumber Daya Hingga Pengamanan Aset

"Saya tidak ingin berburuk sangka dari mana asal kekayaan itu. Sehingga saya hanya meminta agar KPK, tolonglah dicek secara lebih jelas dari mana asal muasal kekayaan. Karena rakyat juga ingin tahu," katanya.

 

Harus Dilihat Historynya

Senada dengan itu, Peneliti Rumah Keadilan Ladito Risang Bagaskoro menyampaikan, dirinya tak ingin berandai-andai dari mana asal muasal kekayaan itu. Tatkala KPK telah menyatakan wajar, maka untuk sementara dirinya percaya dengan laporan tersebut.

"Ketika harta yang dilaporkan adalah harta berupa barang atau benda semisal rumah, mobil, tanah, itu kan setiap tahunnya nilai asetnya akan meningkat. Jadi kemungkinan saja yang dikatakam KPK wajar karena dalam LHKPN itu yang dilaporkan adalah harta berupa barang atau benda," kata Ladito kepada Surabaya Pagi.

Kendati begitu, ia pun mengingatkan agar kekayaan berupa barang atau benda juga dilihat historynya. Apakah memang barang tersebut diperoleh sebelum menjabat atau saat menjabat. Ketika diperoleh saat menjabat, maka hal tersebut yang patut diperiksa lebih lanjut.

Baca Juga: Rabu Pon Bagi Jokowi dan Orang Muslim

"Saya tidak ingin berandai-andai, tapi yang jelas di dalam hukum ada istilahnya grativikasi. Nah ini juga masuk ke dalam salah satu bentuk praktek korupsi. Grativikasi itu sudah diatur dalam UU Tipikor, kalau gak salah pasal 12B dan 12C. Nanti bisa dicek," katanya.

Tak hanya itu, secara etika bernegara kata Dito, para pejabat bertugas menjalankan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat perintah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum.

Di era pandemi seperti sekarang, ratusan ribu masyarakat Indonesia terdampak secara ekonomi. Di beberapa wilayah, bahkan pelaku ekonomi terpaksa menutup usahanya akibat pandemi. Bali termasuk yang sangat terdampak.

"Jadi secara etika bernegara, saya rasa ada ketidakadilan di sini. Masyarakat berteriak meminta makan, para pejabat negara yang seharusnya melayani masyarakat justru menimbun kekayaannya," katanya.

Oleh karenanyaa ia meminta agar para pejabat negara, dapat berjiwa kenegaraan. Ladito pun memberi contoh beberapa negara yang para menterinya menyisihkan 30 persen gaji mereka untuk diberikan kepada masyarakat yang terdampak pandemi covid-19.

"Kita bisa lihat di Korea Selatan, bahkan Presidennya Moon Jae-in itu memberikan 30% gaji dia untuk masyarakat. Malaysia juga sama. Jadi di negara lain, para pejabat sisahkan gajinya dan diberikan ke masyarakat, di kita terbalik, para pejabat yang kekayaan naik terus. Masyarakat menangis setiap hari. Begitu protes ditangkap," katanya melepas tawa.

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU