Home / Opini : SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN JOKOWI  (5)

Dana Vaksin Triliunan, Tapi Pasien Covid-19 Makin Tinggi, Aneh!

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 21 Jul 2021 21:06 WIB

Dana Vaksin Triliunan, Tapi Pasien Covid-19 Makin Tinggi, Aneh!

i

H. Raditya Mohammar Khadaffi

Pak Presiden Jokowi Yth,

Anda kemarin mengumumkan perpanjangan PPKM darurat lima hari lagi dari tanggal 20 Juli.

Baca Juga: Amicus Curiae, Terobosan Hukum

Reaksi rakyat mulai bermunculan. Demo rakyat di Bandung, Rabu kemarin mencekam. Demo diviralkan. Ini karena, hampir semua rakyat tahu bahwa penyebaran kasus Covid-19 di Indonesia semakin tinggi sejak Juni 2021. Penurunan pertengahan Juli ini belum disertai berkurangnya rakyat yang meninggal. Beberapa pihak sedih bahwa penambahan kasus positif harian  terus mencapai level tertinggi. Tapi dibalik ini tersiar kabar ada bisnis raksasa yaitu bisnis vaksin dan alkes ditengah pandemi Covid-19.

Sebagai jurnalis yang memantau tren penambahan kasus covid, saya paham lonjakan kasus ini membuat pemerintah Anda menerapkan kebijakan PPKM diperpanjang.

Harapannya penyebaran bisa minimalisir menjadi di bawah 10 ribu per hari. Kita tunggu dalam lima hari. Semoga kasus covid bisa melandai, sehingga PPKM tidak perlu Anda perpanjang lagi.

Pada hari Jumat (2/7/2021) satu hari sebelum hari pelaksanaan PPKM Darurat, total akumulatif kasus positif terpapar covid-19, menurut satuan Tugas (Satgas) Penanganan di Indonesia sudah mencapai 2.228.938 orang. Sementara total akumulatif pasien sembuh ada 1.901.865 pasien. Sedangkan total akumulatif orang yang meninggal karena vocid-19 menjadi 59.534 orang.

Sementara tambahan kasus positif virus corona pada Selasa (20/7/2021) hari terakhir PPKM tercatat  38.325 . Total kasus positif 2.950.058, sembuh 2.323.666, dan meninggal 76.200.  tren angka yang bukan main-main.

Dengan lonjakan ini, kasus covid-19 di Indonesia dilaporkan 'Naik kelas' dari tingkat Asia. Indonesia telah dijuluki sebagai episentrum COVID-19 di dunia.

Lonjakan besar-besaran ini membuat RI menggantikan India sebagai pusat COVID-19 di dunia. Sebelumnya  India sempat diterpa gelombang dahsyat tsunami .

Ini mengacu  data yang dihimpun Worldometers.info per Sabtu (17/7/2021), Indonesia telah berada 1 tingkat di atas India perihal penambahan kasus baru harian COVID-19. Indonesia mencatat 51.952 kasus baru, sedangkan India mencatat 41.283 kasus baru.

Menurut pakar epidemiologi Universitas Griffith Dicky Budiman, status Indonesia sebagai episentrum COVID-19  disebabkan jumlah penambahan harian kematian akibat COVID-19 tertinggi di dunia.

Dalam seminggu terakhir, Indonesia terus-menerus mencatat rekor penambahan kasus harian COVID-19, hingga tembus 50 ribu kasus harian baru. Dicky mencatat penambahan kasus tertinggi terjadi pada Kamis (15/7/2021), dengan jumlah kasus baru sebanyak 56.757.

Menurut Dicky, angka tersebut belum puncak keparahan situasi pandemi COVID-19 di RI. Ia memprediksi, jumlah kasus masih akan meroket hingga akhir Juli 2021.

 

Pak Presiden Jokowi Yth,

Data yang saya gali dari  Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), anggaran penanganan covid-19 termasuk pengadaan vaksin mencapai ribuan triliun rupiah. Namun, sampai 19 Juli 2021, dampaknya tidak begitu terlihat.

Pertanyaannya, benarkah kita ini sebuah pemerintahan yang memberi contoh terburuk cara penanganan pandemi covid-19.

Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur, Dr. Rizal Rami dalam akun twitternya Selasa (13/7/2021).menyebut total anggaran Covid-19 sudah Rp 1.035,2 trilliun.

Hooaa luar biasa. Pertanyaannya, mengapa tidak signifikan dengan penurunan kasus covid-19 di Indonesia, baik mengerem rakyat terpapar sakit maupun meninggal dunia?

Rizal Ramli, yang juga pernah menjadi Menko Maritim pemerintahan Anda menyayangkan, anggaran sebesar itu, justru dalam sebulan terakhir malah membuahkan lonjakan kasus positif Covid-19, meningkat drastis hingga menembus lebih dari 40 ribu kasus per hari.

Rizal lantas menduga-duga penyebab mendasar penanganan Covid-19  tidak efektif. Padahal anggaran yang digunakan tidak sedikit.

Dugaan pertamanya ia menyoroti ada Mismanagemen, sehingga penanganan jadi tidak terarah. Dugaan kedua, dikhawatirkan ada pihak-pihak yang justru memanfaatkan situasi pandemic untuk kepentingan bisnisnya.

Pembiayaan vaksin impor ini selain menyedot anggaran kementerian, juga pemerintah daerah. Selain itu vaksinasi juga dibiayai melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Baca Juga: Apple akan Bangun Akademi Developer di Surabaya

Sampai 18 Juni 2021, PEN sektor Kesehatan telah terealisasi sebesar Rp39,55 triliun. Dana  termasuk pengadaan 37,78 juta dosis vaksin.

Uang triliunan ini diperoleh dari hasil realokasi dana infrastruktur yang pengerjaannya beberapa tahun ke depan (multiyears). Tidak terlalu genting saat ini. Kedua, dana padat teknologi, bukan padat karya.

Ketiga, infrastruktur yang kebutuhan dananya masih biasa dipenuhi dengan kerja sama swasta. Pos lain adalah menggunakan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dari APBN 2020.

Pemerintah telah mengalokasikan anggaran melalui APBN 2021 khusus untuk vaksin Covid-19 sebesar Rp13,92 triliun. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara (DJPb), hingga tanggal 23 April 2021, anggaran vaksin tercatat telah terealisir Rp6,92 triliun.

Data yang saya peroleh, sejak ahir Desember 2020, impor alat kesehatan (alkes)  ikut melonjak. Terutama impor alat PCR dan Rapid test hingga pakaian pelindung atau APD.

Dan impor ini didominasi berasal dari China atau sebesar 26,65% dari total impor seluruh alkes ke Indonesia pada periode 3 Mei hingga 3 Juli 2021.

"Banyak dari China," ujar Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Syarif Hidayat seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu 7 Juli 2021.

Menurut Dirjen Bea Cukai, untuk periode impor  alkes yang paling banyak dan mendominasi adalah test kit Covid-19.  Tercatat besaran impor test kit  tercatat 61,11% dari total impor alat kesehatan untuk penanganan Covid-19.

"Ini untuk penanganan Covid-19 yang mendapatkan fasilitas pembebasan. Diikuti alat pendukung lainnya, alat medis, hand sanitizer, virus transfer media, dan APD," jelasnya.

Menurut Ditjen Bea Cukai, saat ini tercatat ada impor 10 alkes. Dan terbesar terjadi pada periode 3 Mei-3 Juli 2021.

Pada periode sampai awal PPKM darurat dicatat ada PCR Test US$ 13,67 juta (41,99%), Lainnya US$ 8,37 juta (25,73%), Rapid Test US$ 6,1 juta (18,7%), Ventilator US$ 2,23 juta (6,85%), Hand Sanitizer US$ 1,24 juta (3,81%),Virus Transfer Media US$ 407,5 ribu (1,25%), Masker US$ 345,4 ribu (1,06%), Alat Pemindai US$ 135,8 ribu (0,42%), Termometer US$ 56.683 (0,17%) dan  APD US$ 5.944 (0,02%).

Baca Juga: Mengapa Gibran dan Bapaknya Diusik Terus

Sebagai jurnalis yang berakal sehat, data dari Dirjen Bea Cukai, ciutan Rizal Ramli, data di Kemenkue untuk pembelian vaksin Sinovac, saya tergelitik mengapa  nyawa rakyat masih bergelimangan?

Apakah vaksin yang diimpor oleh pembantu-pembantu Anda tidak cukup efektif mencegah penularan virus? Saatnya BPK dan KPK menelisik seperti kasus bansos di Kementerian sosial.

Kasak kusuk mafia vaksin juga diungkap Ketua Relawan Jokowi Mania (Joman), Immanuel Ebenezer.

Emmanuel minta mafia vaksin ditindak tegas. Ia tak rela ada penyelenggara Negara ikut berbisnis vaksin.

Sebagai jurnalis, apa yang diisyaratkan relawan Jokowi ini mestinya diusut, sebab virus corona yng mematikan itu menyangkut kemanusiaan.

Menggunakan akal sehat, hal yang terkait penanganan covid-19, secara konstitusional sebenarnya bukan domain Anda dan sejumlah menteri saja.

Pandemi virus corona ada dampak kesehatan, dampak ekonomi, dampak sosial dan politik. Semuanya karena efek domino. Secara hukum  efek tersebut muncul dari hasil upaya pemerintah dalam menanggulangi dan mencegah penularan Covid-19.

Apalagi sudah hampir dua tahun, lonjakan sebaran virus corona tidak segera landai. Padahal Negara-negara lain termasuk Singapura, Taiwan, Vietnam,dan  Hongkong sudah mulai melonggarkan pemakaian masker.

Pertanyaannya, dengan ciutan dari Rizal Ramli, ada kesan pemerintahan Anda melakukan pemborosan dana Negara. Belum ada transparansi. Ingat kasus bansos di kementerian sosial, mendadak mencuat terjadi kongkalikong penggunaan dana bansos.

Pertanyaan nakal seorang jurnalis, dalam keterbukaan mengapa Rizal Ramli, tidak segera Anda ajak dialog bersama DPR-RI dan lembaga swadaya bidang kesehatan dan hukum.

 Atau mungkin Polri perlu diminta memanggil Rizal Ramli, untuk klarifikasi atas ciutan-ciutannya. Dan bila cukup bukti, Polri bisa menangkap dan menahan atas ciutannya yang diduga fitnah? n [email protected]

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU