Digadang Jadi Presiden, Puan makin Tertinggal Jauh

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 13 Okt 2021 20:05 WIB

Digadang Jadi Presiden, Puan makin Tertinggal Jauh

i

Puan Maharani

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Nama Puan Maharani,  belakangan ini menjadi perbincangan masyarakat. Puan digadang-gadang sebagai  salah tokoh yang berpotensi untuk maju dalam kontestasi pemilu 2024 mendatang.

Bahkan di Kabupaten Malang Jawa Timur, relawan Generasi Muda Pejuang Nusantara atau Gema Puan menggelar deklarasi mendukung Puan Maharani untuk maju sebagai calon presiden pada pemilu mendatang.

Baca Juga: Jokowi vs Mega, Prabowo vs Mega = Kekuasaan

Tak hanya itu, nama Puan juga muncul disejumlah survei elektabilitas yang dilakukan beberapa lembaga survei. Lucunya, kendati masuk dalam survei elektabilitas, nama puan selalu menempati posisi di atas angka 5 bahkan ada pula hasil survei yang namanya tak masuk dalam 10 besar.

Lembaga survei pertama adalah Indikator Politik. Lembaga ini melakukan survei pada 30 Juli-4 Agustus 2021, dengan total responden 1.220 orang dan penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling.

Adapun hasil survei menempatkan Puan pada urutan 14 dengan jumlah elektabilitas sebesar 0,4%. Puan masih kalau jauh dari kader PDIP lainnya yakni Ganjar Pranowo yang berada pada posisi ke-2 dengan jumlah elektabilitas 20,8%.

Tak hanya Ganjar, nama puan juga masih kalah dari Agus Harimurti Yudhoyono dengan nilai 5,4%, atau Khofifah 2,6% dan bahkan Mahfud Md 1,9% serta Gatot Nurmantyo 1,7%.

Secara beruntun, lima teratas hasil survey  Indikator Politik adalah Prabowo Subianto 26,2%, Ganjar Pranowo 20,8%, Anies Baswedan 15,5%, Ridwan Kamil 5,7%, Sandiaga Uno 5,4%.

Berikutnya adalah survei opini publik yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis pada 7 Oktober 2021 lalu. Dari 15 nama capres potensial yang disodorkan SMRC, nama Puan lagi-lagi berada diurutan 11 dengan nilai 1,5%.

Bahkan nama Puan masih kalah pamor dengan kader PDIP lainnya seperti Ganjar Pranowo dan Tri Rismaharini.

Dari hasil survey, nama Ganjar Pranowo masih bertenger diurutan ke-2 dengan nilai 20,5%, disusul Anies 16,1%, Sandiaga Uno 7,3%, Tri Rismaharini 6,6%, Ridwan Kamil 5,2%, AHY 5,4%. Sementara untuk posisi pertama masih ditempati Prabowo dengan dukungan 22,5%.

Hasil yang sama juga terjadi pada survei elektabilitas yang dilakukan lembaga Indostrategic. Survei dilakukan pada 23 Maret-1 Juni 2021 dengan total responden 2.400 yang tersebar di 34 provinsi. Survei dilakukan dengan metode multi-stage random.

Hasil dari survei tersebut menempatkan Puan berada pada urutan 12 dengan nilai 0,6%. Lagi-lagi, nama Puan masih kalah dari Ganjar Pranowo atau Tri Rismaharini.

Dalam survei yang dirilis pada pertengahan Agustus lalu, Ganjar menempati posisi ke-3 dengan poin 8,1%. Sementara Risma berada pada posisi 7 dengan nilai 4,1%.

Berada pada posisi terbawah dari 2 kader PDIP lainnya tak berarti dukungan untuk dirinya maju pada kontestasi 2024 terhambat. Berbekal trah Soekarno dan anak dari Ketua Umum partai berlambang kepala banteng, Megawati Soekarnoputri, membuat nama Puan terus digadang-gadang sebagai kandidat dari PDIP.

 

Duet dengan Prabowo

Bahkan pengamat politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Setia Budhi Rangkasbitung Harits Hijrah Wicaksana menyebutkan pasangan Prabowo Subianto dan Puan Maharani dimungkinkan diduetkan pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Koalisi PDIP dan Gerendra ini, tentu akan mengulang kembali sejarah pada Pilpres 2009, dimana pasangan Megawati-Prabowo bersaing menantang pasangan SBY-Budiono.

"Bisa saja pasangan Prabowo-Puan dimajukan pada Pilpres 2024 itu," kata Ketua STISIP Setia Budhi Rangkasbitung Harits Hijrah Wicaksana, dinukil dari Antara, Selasa (12/10/2021).

Terkait prediksi koalisi PDIP-Gerindra pada Pilpres 2024 mendatang, sebelumnya smpat ditanggapi oleh Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura yang juga Peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam.

Menurutnya, ada adagium politik yang terbilang cukup populer, yakni dalam politik tak ada teman abadi atau kawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi.

Baca Juga: Ganjar tak Hadir, Sinyal Kuat PDIP Oposisi

"Bisa saja, karena politik itu cair. Tapi kalau saya lihatnya bursa calon dari PDIP itu ada 3, ada Bu Risma, Pak Ganjar sama mbak Puan. Tinggal siapa ini yang akan dipilih Bu Mega," kata Surokim kepada Surabaya Pagi, kemarin.

Saat dikonfirmasi, seberapa besar potensi Puan akan dipilih Bu Mega yang notabenenya adalah ibunya sendiri, Surokim enggan memberikan jawaban. Menurutnya, Bu Mega merupakan politisi yang sulit ditebak keputusan politiknya.

Hal ini dapat dilihat dari, kontestasi Pilpres 2014, dimana ia justru memilih Joko Widodo yang bukan kader dari PDIP untuk maju dalam sebagai calon presiden mewakili PDIP.

"Sulit juga. Karena PDIP keputusannya selalu diakhir. Tapi kalau saya melihat, keputusan yang diambil akan lebih mengarah pada eksistensi PDIP sebagai partai penguasa," katanya.

Dari ke-3 kader PDIP baik Puan, Bu Risma dan Ganjar, publik terus memandang sebelah mata Puan. Bahkan ada yang menyebut, bahwa Puan selama ini eksis karena ia mendompleng nama besar dari kakeknya sang proklamator, Soekarno sekaligus anak dari ketua partai PDIP.

Terkait tudingan tersebut, reporter Surabaya Pagi, melakukan riset cepat terkait jejak politik Puan Maharani. Dikutip dari Wajah DPR dan DPD 2009-2014: Latar Belakang Pendidikan dan Karier (2010), Puan Maharani dilahirkan di Jakarta pada 6 September 1973.

Persinggungan Puan dengan politik untuk pertama kalinya terjadi saat ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Di usia menjelang remaja itu, Puan mengikuti perjalanan politik sang ibunda yang tengah ditekanan Orde Baru.

 

 

Masa Terjal

Baca Juga: Pidato Presiden RI Terpilih Prabowo Subianto

Puan mengikuti langsung masa-masa terjal itu. Bahkan, ia menyaksikan langsung ketika ibunya "digencet" oleh penguasa usai terpilih sebagai Ketua Umum PDI pada 1993.

Mengamati perjalanan politik ayah dan ibunya dari dekat sekali membuat Puan benar-benar tertarik dengan bidang itu. Ia memilih kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) dan mengambil jurusan Komunikasi Massa. Ia lulus tahun 1997, satu tahun sebelum Soeharto tumbang.

Semasa mahasiswa, Puan sempat merasakan dunia jurnalistik dengan magang di Majalah Forum Keadilan. Selain itu, dia juga pernah mengurusi bisnis Stasiun Pengisian Bahan Umum (SPBU) di Pluit Jakarta

Puan akhirnya terjun ke dunia politik praktis. Bermula dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNIP) pada 2004, ia lantas bergabung dengan PDIP, partai yang sejak lahir sudah dipimpin ibunya sampai sekarang.

Tahun 2005, ia ditunjuk menjadi Ketua DPP PDIP Bidang Perempuan dan Pemberdayaan Masyarakat. Tahun 2006 ia menjadi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Puan juga pernah menjadi pengurus dalam DPP PDIP bidang Politik dan Hubungan Antar Lembaga periode 2010-2015.

Pada 2009, ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif PDI-P dari Dapil Jateng V (meliputi Surakarta, Sukoharjo, Klaten, Boyolali). Puan meraih suara terbanyak kedua di tingkat nasional, yaitu 242.504 suara.

Selain itu, ia merupakan Ketua Fraksi PDI Perjuangan yang menggantikan posisi Tjahjo Kumolo. Pada pemilu 2014, Puan kembali maju sebagai caleg di dapil yang sama. Ia kembali menang dengan memperoleh 369.927 suara.

Kemudian, ia ditunjuk menjadi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) di kabinet kerja Presiden Joko Widodo periode 2014-2019.

Bahkan selama bergabung dengan kabinet kerja Jokowi, bahkan Puan disebut sebagai menteri kesayangan Jokowi. Ini terbukti dari jelang 1 tahun masa pemerintahan Jokowi, ia jadi satu-satunya menko yang tak terkena reshuffle. Saat itu sejumlah menko diganti, yakni Menko Perekonomian, Menko Maritim, dan Menkopolhukam.

Tahun 2019 Puan Maharani resmi menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI periode 2019-2024. Cucu sang proklamator Ir. Sukarno ini juga merupakan Ketua DPR perempuan pertama dalam sejarah Indonesia.sem/rl

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU