Home / Catatan Tatang : Surat Terbuka untuk Jaksa Agung dan Kapolri (2)

Doktrin, Negara Jangan Kalah dengan Premanisme (Mafia Tanah)

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 13 Des 2021 20:18 WIB

Doktrin, Negara Jangan Kalah dengan Premanisme (Mafia Tanah)

i

Dr. Tatang Istiawan

Jaksa Agung dan Kapolri Yth,

Praktisi hukum, apalagi akademisi hukum paham bagaimana cara kerja penyidik polri dan kejaksaan mengusut dugaan tidak pidana, apalagi menyangkut kejahatan terhadap aset negara. Jiwa merah putihnya harus lebih ditonjolkan dibanding tangani pidana maling.

Baca Juga: Gebuk Mafia Tanah dalam 8 Bulan

Anda berdua sangat ahli dalam melakukan

pembuktian pidana dalam hukum acara pidana.

Praktisi hukum paham bahwa salam perkara pidana, pembuktian memiliki tujuan mulia yaitu mencari kebenaran materil, yaitu kebenaran sejati (sesungguhnya). Sedangkan pembuktian dalam perkara perdata yang selama ini ditempuh Tjipto Candra, hanya memiliki tujuan untuk mencari kebenaran formil. Artinya hakim tidak boleh melewati batas-batas permintaan diajukan oleh para pihak yang berperkara. Dan nyatanya, dalam sidang gugatan Tjipto Candra, hakim banding menemukan hakim PN Surabaya malah abaikan fakta-fakta hukum. Ini menimbulkan laporan dugaan suap terhadap hakim. Dugaan suap ini domain Anda berdua mengusutnya diluar urusan keinginan rampas aset negara.

Tambahan dua hal itu mengindikasi Mafia Tanah kasus Tunjungan Surabata diduga berproses secara Masif dan Sistemik. Ini juga saya temukan dari munculnya beberapa aturan hukum setelah terbitnya Akte No 75 tanggal 25 Februari 1991.

Saya memberi masukan kepada Anda berdua dugaan rekayasa hukum menciptakan subyek hukum perkumpulan “Loka Pamitran”.

Ada dua rekayasa hukum pasca “Loka Pamitran” dinyatakan organisasi terlarang oleh Presiden Soekarno, sebagai Panglima Tertinggi Perang. Pertama keputusan Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Hukum tanggal 26 Februari 1991. Kedua, keputusan Dirjen Sospol Depdagri tanggl 27 Februari 199. Ketiga, surat Sespri Menko Polkam tanggal 24 Maret 1992. Keempat, surat Jam Intel Kejagung tanggal 24 Juni 1992 dan surat Bakorstanas tanggal 22 Juli 1992.

Kemudian ada tiga surat yang menyatakan “Loka Pamitran” bukan organisasi terlarang. Pertama, surat Bakostanasda Jatim tanggal 24 April 1992. Kedua, surat Menko Polkam tanggal 25 Mei 1992. Dan ketiga, surat Jaksa Agung No 09 Juli 2003.

Kini Anda bisa menilai ada apa pengurus Loka Pamitran ngotot hidupkan perkumpulan yang sudah bubar selama 31 tahun? Anda bisa gali kevakuman ini. Termasuk motif ada pengurus ngotot hidupkan perkumpulan yang telah bubar. Terutama syarat menjadi pengurus dan anggota perkumpulan didasarkan AD-ART perkumpulan awal yang disahkan tahun 1954.

Dalam melakukan riset, investigasi dan diskusi dengan praktisi dan akademisi hukum, saya memilah kasus ini dalam dua hal yaitu obyek hukum dan subyek hukum.

Obyek hukumnya secara hukum agraria sebenarmya sudah gamblang dan terang benderang. Tapi menjadi aneh ketika ada subyek hukum ( Tjipto Candra), mengusik keberadaan aset negara itu. Temuan saya, ada dugaan sindikat yang dimodali investor, dengan mengajak makelar kasus, notaris dan pengacara. Temuan saya, berbau white collar crime.

Riset yang saya lakukan tentang kejahatan kerah putih mendekati pemikiran Edwin Sutherland yang menyatakan "kejahatan yang dilakukan oleh orang kehormatan dan status sosial yang tinggi dalam pekerjaannya". Kejahatan kerah putih, hampir sama dipersepsikan dengan kejahatan korporasi karena yang dilakukan dengan cara penipuan, penyuapan, penggelapan, pemalsuan surat sampai pencurian identitas.

Dan riset yang saya gali, dugaan kejahatan “white collar crime” kasus ini tak memberikan keadilan dan kepastian hukum kepada negara yaitu pemakai persil Jl. Tunjungan No 80 Surabaya.

Menurut dokumen hukum yang saya peroleh, persil ini tanah bekas hak Eigendom Verponding No 3752. Persil ini tercatat sisa atas nama Loge De Vriendshap. Persil ini menurut UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Agraria Jo Peraturan Menteri Agraria No 2 Tahun 1962, sudah dikonversi menjadi HGB selama 20 Tahun. Pertanyaannya, siasat apa mengusik HGB dengan menggugat gunakan likuidator perkumpulan “Loka Pamitran”. Apalagi sampai kini perkumpulan ini termasuk Tjipto Candra, tak gunakan hak mendaftarkan Eigendom Verponding yang diklaim dari perkumpulan lama yang telah dibubarkan.

Secara hukum, dengan adanya Kepres No 32/1979 jo Permendagri. No 3/1979, HGB ini, (mulai tanggal 24 September 1980) praktis sudah menjadi tanah negara.

Kemudian berdasarkan UU Agraria dan SK mendagri No 52/HP/DA/1980 , persil ini mulai tanggal 16 Februari 1980 juga telah mendapat Sertifikat Hak Pakai No 13/Kel Genteng a/n Ditjen Agraria Jatim.

Sementara Pengurus Loge De Vriendshap termasuk Perkumpulan “Loka Pamitran” yang mengklaim punya persil tersebut, periode 1961-1980 bahkan sampai ajukan gugatan ke PN Surabaya tahun 2003, tak pernah mendaftarkan ke Kantor Pendaftaran tanah untuk minta SHM. Berdasarkan hukum agraria, demi kepastian hukum, baik Loge maupun “Loka Pamitran” tidak dapat lagi mendapatkan hak atas persil tersebut. Ketentuan ini berakhir tanggal 24 Maret 1971.

Juga ada putusan Mahkamah Agung No. 34 K/TUN/2007. Putusan ini menegaskan eigendom verponding digunakan untuk menunjuk suatu hak milik terhadap suatu tanah.

Bahkah mengacu pada PP 24/1997 konversi tanah eigendom masih dapat dilakukan melalui pendaftaran hak-hak lama, sehingga statusnya berubah menjadi hak milik. Tapi “Loka Pamitran”, sampai tahun 2021 ini tak pernah mendaftarkan.

Apalagi keabsahan Pengurus perkumpulan ini belum jelas status pemegang hak atas tanah. Apakah mereka ajukan dengan bukti-bukti lama atau tahun 1991. Bila tahun 1991, bukti suratnya apa? Maklum pengurus “Loka Pamitran” sejak tahun 1959 sudah pulang ke Belanda. Sementara Pengurus “Loka Pamitran” yang bentukan tahun 1991 di notaris Yudhara, tak ada hubungan dengan pengurus “Loka Pamitran”. Pengurus tahun 1991 diduga rekayasa hukum yang melibatkan notaris, pengacara, makelar kasus dan investor. Antara lain Joni Sangkono dan Veronika, istri Joni.

Dugaan white collar crime, ada penipuan oleh Pengurus “Loka Pamitran” terkait Gebruks Overeenkomst tanggal 12 Mei 1959. Surat Gebruks ditrik seolah pengalihan hak, padahal fakta hukumnya hanya perjanjian penyerahan pemakaian tanah antara Loge De Vriendschap dengan Loge Pamitran.

Dan dengan terjadinya keputusan tanah bekas Eigendom Verponding menjadi tanah negara, maka secara hukum tanah eks Eigendom ini bukan lagi milik Loge De Vriendschap. Praktis, perjanjian tanggal 12 Mei 1959 menjadi gugur dan batal demi hukum. Apalagi yang wakili Loge bukan pengurus Loge, tapi penjaga kantor persil Jl. Tunjungan No 80 Surabaya, yaitu John A Smit dan Kluger. Smit dan Kluger dianggap tidak punya legal standing wakili Loge.

 

 

Baca Juga: Menteri ATR/BPN AHY, tak akan Bela Mafia Tanah

Jaksa Agung dan Kapolri Yth,

Hasil penelusuran saya yang didukung data dan risalah hukum, ada dugaan mafia tanah ini memunculkan pemain yang didapuk seolah dirinya likuidator sebuah perkumpulan “Loka Pamitran”. Mengapa?

Dalam Akte rapat No 75 tahun 1991 oleh notaris Yudhara, bendaharanya adalah Joni Sungkono. Ada juga Veronika, bendahara 1. Wanita ini diduga istri Joni Sungkono. Nama Tjipto Candra tak muncul.

Dalam perjalanan sebelum menggugat ke Pengadilan, Joni meninggal dunia. Diantara pengurus tahun 1991 konon tak ada yang mau jadi investor kasus ini pasca Joni, pengusaha aspal dari Jl. Darmo Kali Surabaya, meninggal.

Konon, Tjipto Candra, satu-satunya pedagang Tionghoa Surabaya yang mau “dipacaki” menjadi likuidator, pengganti Joni Sungkono. Berhubung Joni, direktur PT Multi Perkasa Surabaya, meninggal dunia, maka dimunculkan sosok pria yang kini sudah berusia 70 tahun. Ia dikalangan orang Tionghoa bernama Tjipto Candra. Tjipto menunjuk Advokat YW SH, MH, menjadi kuasa hukum pedagang “internasional Jam” dan YW memanggilnya “Cak Tjip”.

Kuasa hukum Tjipto Candra, advokat YW SH.MH, menyatakan kliennya ditolong oleh Kepres No 69 tahun 2000.

Kepres yang mencabut Kepres No 264 tahun 1962, itu dituding sebagai aturan untuk merampas aset tanah negara atas persil di Jl. Tunjungan No 80 Surabaya.

Sampai kini diantara praktisi hukum Surabaya, masih pro kontra. Benarkah pengakuan advokat YW, Kepres era Gus Dur ini puyung hukumnya gugat persil jl. Tunjungan? Sebab praktisi hukum lain adalah tidak nalar seorang presiden diseret untuk membela kepentingan Tjipto Candra, yang berniat merampas persil yang sudah menjadi tanah negara. Kepres Gus Dur ini dianggap untuk penghormatan HAM terkait kebebasan berorganisasi era reformasi, bukan untuk merebut tanah dan bangunan yang sudah menjadi hak negara (aset).

Ditambah penafsiran yang sempit dari advokat YW, ada indikasi dugaan kejahatan kerah putih. Ini domain Anda mengungkap melalui pembuktian materiil, bukan formal.

 

Jaksa Agung dan Kapolri Yth,

Hingga saat ini kejahatan terorganisasi tetap menjadi salah satu bentuk tindak kriminal yang paling menarik bagi akademisi dan praktisi hukum. Ini terlepas dari fakta bahwa ia paling sedikit dipahami. Catatan saya, sudah banyak tokoh penting kejahatan terorganisasi yang divonis bersalah. Diantaranya diketemukan jaringan kejahatan terorganisasi, kejahatan internet dan banyak lagi bentuk tindak kriminal terorganisasi modern.

Baca Juga: Hadi Wariskan Kasus Mafia Tanah di Jatim

Saya menemukan fakta bahwa perkumpulan “Loka Pamitran” yang sudah 31 tahun vakum, tiba-tiba memunculkan pengurus untuk rapat yg ujung-ujungnya menunjuk liquidatur Tjipto Candra? Ada apa? Ini domain Anda untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan secara seksama yaitu dicocokan dengan AD-ART Loka Pamitran bentukan 1954.

Investigasi di lapangan, surat-surat dan Akte, praktis selama 31 thn Loka Pamitrab tdk lakukan pentatausahaan apa-apa? Lalu aset apa yang akan dilikuidasi? Apalagi menyangkut perkumpulan berbadan hukum Belanda yang sudag dibubarkan.

Juga masalah obyek hukum persil Jl. Tunjungan No 80 Surabaya, secara hukum terkena UU 24/1954. Dan Geb OV batal demi hukum.

Dari konfirmasi ke kuasa hukum Tjipto Candra, ada dugaan mereka tidak tahu dan tidak paham UU no 24 Tahun 1954. Juga dalam keputusannya, majelis hakim PN Surabaya yang dituding Sistono terima suap, diduga juga tdk tahu UU tsb, sehingga Hakim enggan mempertimbangkan dalam putusannya.

Secara politik, saat era politik pertanahan setelah Belanda mengingkari Konferensi Meja Bundar tahun 1949 dan Belanda tetap bercokol di Irian, maka dikeluarkan produk-produk hukum yang “ sikat habis aset berbau Belanda. contoh : UU 1/dar/1952 kmd jadi UU 24-54, UU 86/1958 ttg nasionalisasi Perusahaan Bld, UU 3/Prp/1960 ttg tanah-tanah milik perorangan BLD baru UUPA September 1960.

Dan mengikuti pernyataan sejak Kapolri Jenderal Azis hingga Jenderal Listyo, saya mencatat telah muncul doktrin hukum yang menyatakan bahwa negara tidak boleh kalah dengan organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang melakukan cara-cara premanisme untuk menghalangi proses penegakan hukum di Indonesia.

Seluruh polda dan polres jajaran diminta menindak tegas aksi premanisme yang meresahkan. Hal itu demi menjamin keselamatan dan memberi rasa tenang kepada masyarakat,

Nah, Makelar kasus penyedia jasa berperkara, sengketa lewat atribut dari sosok pengacara, wartawan atau pedagang juga bisa dikatagorikan premanisme gaya baru.

Keberadaan mereka, sadar atau tidak, cukup meresahkan masyarakat pencari keadilan yang tak punya akses ke pejabat penegak hukum dan hakim. Dengan jasa menawarkan penyelesaian kasus yang bisa mengakses ke pejabat hukum, markus sampai kini masih eksis melakukan lobi-lobi.

Lobi para mekaler ini biasanya bertujuan menyelesaikan perkara secara mudah, memperpendek penyidikan, memperkecil tuntutan, dan memperingan vonis. Ujung-unjungnya memainkan uang.

Apalagi bila mekelar kasus bersinergi dengan pelaku mafia tanah. Modus pemalsuan dokumen (alas hak), pendudukan legal/tanpa hak (wilde occupatie), mencari legalitas di pengadilan, rekayasa perkara, kolusi dengan oknum aparat untuk mendapatkan legalitas, kejahatan (penggelapan dan penipuan) korporasi, pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah, memberi keterangan palsu dalam akte notaris hilangnya warkah tanah, makin memperlancar urusan sengketa. Ini lebih meresahkan bagi pencari keadilan yang tak punya akses berperkara di pengadilan.

Dari contoh kasus tersebut, akal sehat saya berkata Doktrin Hukum dapat menjadi bagian dari sumber hukum positif. Semoga surat terbuka saya kepada Anda berdua bermanfaat. Saya kapan pun siap Anda undang untuk mencari solusi pemberantasan mafia tanah di Surabaya. ( bersambung)

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU