SURABAYAPAGI.com, Trenggalek - Abdul Mo'id, pengusaha batik yang berlatar pendidikan seni ini kian menunjukkan kreativitasnya dalam membuat karya batik. Ia pun juga berani bereksperimen, tanpa takut untuk gagal. Mo'id juga sempat gagal berkali-kali saat mempelajari pencampuran warna batik yang sesuai ekspektasi.
Bermodal dari kemampuan melukis dari jurusan seni rupa, dia pun berhasil mengembangkan karakter batiknya. "Sebenarnya batik pewarnaan alam adalah batik tradisional, tapi kesan tradisional itu yang ingin saya munculkan dengan nuansa baru," ujarnya.
Baca Juga: Truk Terperosok ke Jurang, 3 Orang Luka-luka
Menurut Mo'id, memahami warna alam itu cukup dengan mempelajari warna dasar, yaitu merah, kuning, biru, hitam, putih. Melalui kelima warna itu dapat menghasilkan berbagai warna.
Mo'id tetap pantang menyerah meski gagal berkali-kali. Alasannya simpel, dia menyukai prosesnya. Tiap kegagalan semakin menambah wawasannya dalam pencampuran warna batik. "Saya menekuni apa yang beneran saya bisa," ungkapnya.
Karakter batik Mo'id pun memiliki ciri khas sendiri. Melalui pewarnaan alam dan teknik lukis, batik buatan Mo'id memiliki gradasi yang fleksibel. Artinya, bisa membuat pewarnaan sesuai bentuk yang diinginkan. Berbeda dengan batik celup, pewarnaannya menyebar ke seluruh kain. "Seakan-akan bisa membangun karakter batik yang berbeda," ucapnya.
Baca Juga: Gerakan Pangan Murah di Trenggalek Diserbu Warga
Berkat karakternya pada tiap batiknya bisa membuka pasar sendiri. Bahkan sampai menyentuh ke lingkup nasional. Karakter itu muncul dari serangkaian pengalaman dan sentuhan inovasi.Warna alam tersebut diambil dari beberapa dahan. Misal, secang yang memunculkan warna kemerah-merahan atau kayu mahoni merah kecokelat-cokelatan.
Ada tiga motif batik Mo'id yang sudah memiliki hak cipta, yakni motif Turonggo Yakso, Surga di Pantai Selatan, dan Handini Bulan. Diakuinya, ketiga motif tersebut diambil dari kearifan lokal asli Kabupaten Trenggalek. "Membuat motif itu perlu pengamatan. Tidak sekadar membuat, tapi ada nilai filosofis di baliknya," sambungnya.
Dari usaha batiknya tersebut, ia dapat merogoh omzet yang tiap batik yang dijual memiliki harga sekitar Rp 1,5 juta. Harga itu sempat turun menjadi Rp 1,2 juta akibat dampak pandemi Covid-19. "Pandemi berdampak pada harga jual, tapi intensitas pembeli justru meningkat sampai 200 persen," ujarnya.
Baca Juga: Stok Beras di Trenggalek Aman hingga Lebaran
Tak hanya itu, berkat usaha batiknya, ia dapat menginisiasi batik shibori warna alam yang sempat dapat rekor muri agar Bumi Menak Sopal dikenal sebagai Kota Batik. "Hal yang memuaskan yakni ketika mendengar dari orang yang pernah saya beri pelatihan akhirnya bisa mengembangkan batiknya sendiri," tutupnya. Dsy1
Editor : Redaksi