ILF Soroti Sisi Halal dan Haram Uang Kripto

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 20 Jun 2021 11:30 WIB

ILF Soroti Sisi Halal dan Haram Uang Kripto

i

Pendiri Islamic Law Firm (ILF), Yenny Wahid. SP/ JKT

SURABAYAPAGI.com, Jakarta - Islamic Law Firm (ILF) saat ini tengah menyoroti pandangan masyarakat mengenai sisi halal dan haram uang kripto yang tengah naik daun. Sebagian masyarakat menilai uang kripto halal, namun sebaliknya, ada juga yang menilai uang kripto haram.

"Kaum Muslim di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia masih menghadapi pro-kontra dari segi kehalalan dan keharamannya," kata Pendiri Islamic Law Firm (ILF), Yenny Wahid, Minggu (20/6/2021).

Baca Juga: Pasar Malem Tjap Toendjoengan Jadi Penggerak Ekonomi Lokal

Putri Presiden ke-4 Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, itu mengatakan bahwa uang kripto dinilai halal oleh sebagian pihak karena transaksinya tidak dikenakan biaya apapun.

Transaksi uang kripto sendiri bisa bebas dari biaya karena menggunakan skema blockchain atau jaringan peer-to-peer. Sementara itu, transaksi uang rupiah di sistem perbankan menggunakan sistem berbiaya.

"Yang pasti transaksi uang kripto tanpa perantara," ujarnya.

Selain itu, aset kripto bisa dikatakan haram jika mengandung gharar, yakni ketidakpastian dalam transaksi, di mana mata uang digital ini volatilitasnya tinggi karena harganya bisa naik dan turun secara drastis.

Baca Juga: Kinerja Ekonomi Jatim Triwulan III 2023 Tumbuh 4,86%

Di sisi lain, lanjut Yenny, ada yang berpendapat justru uang kripto menghilangkan gharar itu sendiri karena uang kripto dijelaskannya justru terbebas dari riba dibandingkan dengan uang fiat dan bank konvensional karena berdasarkan sistem blockchain, di mana transaksi uang kripto tanpa perantara.

"Karena tidak ada lagi middle man atau orang di tengah-tengah. Jadi transaksi ini transparan, bisa dilihat. Beli Bitcoin nggak perlu bayar ke bank. Kalau uang fiat atau uang kertas biasa atau uang yang kita simpan di bank, kita bertransaksi dipotong, kita ambil uang dipotong, kita naruh uang di bank saja dipotong. Kalau cryptocurrency tidak dipotong. Jadi bagi sebagian alim ini malah gharar-nya hilang," jelas Yenny Wahid.

Saat ini, uang kripto hanya diperdagangkan, tapi tidak bisa menjadi alat pembayaran. Bank Indonesia (BI) melarang uang kripto sebagai alat pembayaran karena satu-satunya alat pembayaran yang sah hanya rupiah.

Baca Juga: Penguatan Bisnis, Bank Jatim Cetak Kinerja Positif di tahun 2023

Sementara itu, data Kementerian Perdagangan mencatat transaksi uang kripto di perdagangan aset telah mencapai Rp370 triliun per akhir Mei lalu. Transaksinya naik lima kali lipat dari Rp65 triliun pada akhir 2020. Dsy7

 

Editor : Redaksi

BERITA TERBARU