Luhut Jadi Ledekan Ahli Hukum

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 03 Nov 2021 20:25 WIB

Luhut Jadi Ledekan Ahli Hukum

i

Luhut Pandjaitan.

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Ahli dan pakar hukum tata negara Refly Harun menanggapi ocehan Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi. Jodi membantah Luhut Binsar Pandjaitan terlibat dalam bisnis tes PCR melalui perusahaan penyedia jasa tes Covid-19 yaitu PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI). Jodi mengklaim pembentukan Perusahaan GSI oleh Luhut, bukan untuk mencari untung bagi para pemegang saham melainkan hanya berupa kewirausahaan sosial.

Jodi klaim, PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang disebut ada afiliasi dengan Luhut pun tidak pernah bekerja sama dengan BUMN dan pemerintah.

Baca Juga: Jokowi Tunjuk Menko Marves Luhut Jadi Ketua Pengarah Pengembangan Industri Gim Nasional

Partisipasi Luhut di GSI ini adalah bagian dari usaha membantu penanganan pandemi pada masa-masa awal Covid-19 masuk ke Indonesia.

Melalui channel youtube pribadinya yang diunggah Selasa (2/11/2021), Refly bilang :”Tapi kalau tujuan bikin perusahaan itu untuk cari untungnya, kalau tidak cari untung buat saja yayasan.”

Menurut refly kalau tidak cari untung uangnya kemana, tidak cari untung tapi biaya PCR mahalnya minta ampun dua juta awal-awal, satu setengah, turun 1,2 juta, turun 900 ribu dan sekarang Rp300 ribu.

Ia tak percaya, pengakuan Luhut Binsar Pandjaitan yang tidak ada pembagian keuntungan dalam bentuk dividen atau bentuk lain kepada pemegang saham. Keuntungan malah banyak digunakan untuk memberikan test swab gratis kepada masyarakat yang kurang mampu dan petugas kesehatan di Garda terdepan.

 

Kekuasaan di Tangan Kanan

Menurut Refly Harun ini menjadi persoalan karena menurutnya kekuasaan ada ditangan kanan kemudian perusahaan ada di tangan kiri. Jadi harus memisahkan kepentingan kekuasaan di satu sisi dengan kepentingan bisnis di sisi yang lain.

"Tapi kalau di satu tangan maka di situlah orang melihatnya ada benturan kepentingan Conflict of Interest. Jadi bukan soal angka-angkanya karena kalau angkatan relatif orang bisa berdebat,"tambahnya.

Jadi kata Refly Harun, intinya, kenapa harus memasuki bisnis ini ketika kita menjabat, itu persoalannya apalagi jabatan kita terkait dengan kebijakan soal-soal yang penanganan Covid 19 melalui tes PCR dan lain sebagainya. Jadi itu soalnya yang harus kita garis bawahi agar kita tidak salah dalam diagnosis dan memperlihatkan atau dalam melihat persoalan persoalan yang menjadi isu belakangan ini.

Menurut Refly, ini adalah Sebuah prinsip universal yang tidak bisa ditolak anda tidak bisa berbisnis diatas kekuasaan yang anda miliki, saya kira para pejabat harus peka soal ini.

 

Rasanya Aneh

Menurut Refly Harun, kalau misalnya membentuk perusahaan dengan alasan tidak mencari untung rasanya aneh kenapa tidak bikin Yayasan sosial saja yang memang bergerak dalam rangka membantu misalnya korban Covid-19, tapi kalau membentuk perusahaan tentu tujuan perusahaan mencari untung, perkara untungnya tidak besar itu soal lain karena dibandingkan dengan misalnya penguasaan tambang.

Baca Juga: Jubir Luhut Bereaksi, Bosnya Dituding Jenderal Mencla-mencle

Sebenarnya kita bicara mengenai sebuah bisnis besar. Kalau ICW menyebut angka sampai 10 triliun adalah bisnis besar ini untungnya atau uang yang beredarnya.

"Jadi bukan uang kecil juga dan banyak orang yang kemudian tergiur untuk memasuki bisnis kesehatannya selama masa pandemi.

Ketika bisnis-bisnis lainnya mati, bisnis kesehatan yang berkembang dan celakanya memang orang-orang dekat lingkaran istana yang juga ikut-ikutan paling tidak namanya ada didalam mengelola bisnis kesehatan ini. Sekali lagi ini bukan soal jelek menjelekkan tapi bagaimana kita menjaga good governance dari negara ini,"ungkap Refly Harun.

 

Masyarakat Geram

Sementara itu, Pengamat Politik, Muslim Arbi juga menyoroti dugaan keterlibatan menteri pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan bisnis tes PCR untuk Covid-19.

Menurut Muslim, adanya dugaan tersebut telah membuat geram masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu, Jokowi bahkan DPR RI diminta Muslim untuk bertindak dengan memeriksa menteri yang terlibat dalam bisnis tersebut.

Baca Juga: Ganjar Tuding Wiranto, Luhut dan Agum, Jenderal Mencla-mencle

Nama menteri yang disebut terlibat dalam bisnis ini adalah Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri BUMN, Erick Thohir.

“Dan dugaan oknum-oknum menteri yang terlibat sudah diekspos ke publik. Nama Luhut dan Erick disebut. Kedua menteri ini terlihat diduga kuat ikut bermain soal bisnis PCR. Penguasa rangkap pengusaha, Pengpeng,” kata Muslim kepada wartawan, Rabu, (3/11/2021).

Sehingga Muslim pun mendesak Jokowi untuk segera memecat kedua menterinya itu, karena mereka telah memanfaatkan penderitaan rakyat untuk meraup pundi-pundi uang.

Jika Jokowi tidak memecat atau melakukan reshuffle, kata Muslim, minimal presiden menon-aktifkan kedua menteri ternama itu.

“Jokowi harus tegas, pecat, reshuffle, atau minimal nonaktifkan kedua menteri ini,” usulnya.

Selain pada Jokowi, Direktur Gerakan Perubahan ini juga meminta DPR sebagai wakil rakyat untuk segera memproses mereka untuk dimintai pertanggungjawaban.

"DPR jangan tinggal diam. Panggil dan proses kedua menteri tersebut,” tandasnya. n jk, er, 03

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU