Home / Opini : SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN JOKOWI  (2)

Pemerintahan Saat ini Seperti tak ada Pemimpinnya

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 16 Jul 2021 21:22 WIB

Pemerintahan Saat ini Seperti tak ada Pemimpinnya

i

H. Raditya Mohammar Khadaffi

 Pak Presiden Jokowi Yth,

Rakyat Indonesia dalam minggu ini digegerkan oleh perbedaan informasi tentang proses penanganan pandemi Covid-19 saat PPKM darurat. Perbedaan antara penjelasan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Baca Juga: Pemilu Ulang tanpa Gibran, Ulangan Kekecewaan Kita

Wapres Ma’ruf Amin menyampaikan bahwa pemerintah saat ini tengah pontang-panting menangani lonjakan kasus konfirmasi Covid-19.

Sementara, Menko Luhut Binsar Panjaitan (LBP) malah menyampaikan sebaliknya. Bahwa penanganan kasus Covid-19 di Indonesia sudah terkendali.

Dalam ilmu komunikasi, silang pernyataan tersebut tidak seharusnya terjadi. Efeknya munculnya beda pendapat di pemerintahan akan membuat masyarakat kebingungan.

Tapi dalam ilmu managemen, ini bukan semata perbedaan pendapat. Ini adalah peristiwa memalukan. Dengan jabatan LBP yang seorang Menko dan Ma’ruf Amien adalah Wapres, dalam ilmu manajemen, ada tumpang tindih informasi penanganan PPKM darurat ke publik. Sepintas, LBP tidak berkoordinasi dengan Wapres.

Dalam pemahaman manajemen organisasi, kasus ini mengesankan pemerintahan Jokowi seperti tidak ada pemimpinnya. Terutama saat pananganan PPKM darurrat. Ma’ruf Amien, orang kedua di negeri ini harus diakui penjelasannya lebih credible ketimbang LBP, yang menjabat koordinator PPKM Darurat. Mengingat jabatan LBP adalah ad-hoc, bukan struktural. Jabatan Ad-hoc, adalah jabatan untuk jangka waktu tertentu. Tak ubahnya seperti sebuah panitia.

Sebagai rakyat, membaca peristiwa semacam ini saya malu. Saya tidak tahu apa reaksi Anda terhadap perbedaan keterangan antara Wapres dan Menko Maritim dan Investasi yang berstatus koordinator PPKM darurat.

Sebagai jurnalis yang selalu mengedepankan akal sehat, saya lebih percaya keterangan Wapres Ma’ruf.

Memotret realita di lapangan saya lebih percaya bahwa pemerintah saat ini tengah pontang-panting menangani lonjakan kasus konfirmasi Covid-19. Saya menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri, di beberapa rumah sakit di Surabaya, padat. Bahkan di IGD RSUD dr. Soetomo, pasien yang terpapar covid-19 dirawat hingga di teras halaman depan dan halaman parkir. Pedagang kaki lima marah, karena dagangannya diobrak. Padahal, penanganan pandemi mengurangi kerumunan, bukan mengobrak barang dagangan.

 

Pak Presiden Jokowi Yth,

Saat pandemi Covid-19, Anda sudah menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Dalam Hukum Tata Negara, keadaan bahaya semacam ini mengharuskan diberlakukannya keadaan darurat.

Anda telah mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional.

Menurut Keppres ini, penanggulangan bencana nasional yang diakibatkan oleh penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Keppres ini juga telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dalam Keppres disebutkan penanganannya melalui sinergi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

Bahasa populer atas penetapan Anda, setiap pejabat penyelenggara negara harus siap mengenai keadaan darurat. Ini untuk kepentingan seluruh warga.

Dalam ilmu HTN (Hukum Tata Negara) yang saya peroleh dari bangku kuliah dulu, Anda merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan negara sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Dua jabatan ini  tidak terpisahkan dan tidak terdapat perbedaan satu dengan lainnya.

Dalam literatur dan konvensi di bidang hukum internasional, dikenal terminologi staatvanoorlog en beleg (SOB) atau state of emergency. Istilah ini dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai keadaan darurat.

Dalam International Covenant for Civiland Political Rights (ICCPR) juga diatur mengenai “state of emergency”. Dan berdasarkan 4 ayat (1) ICCPR,  keadaan darurat dimaknai sebagai “situasi yang mengancam terhadap kehidupan bangsa dan keberadaannya”.

Baca Juga: Panglima TNI Bicara Bahan Pokok dan Politisasinya

General Comment No. 29 ICCPR, yang didopsi pada 31 Agustus 2001 memaknai keadaan darurat sebagai “suatu keadaan yang luar biasa—eksepsional dan bersifat temporer”.

 

Pak Presiden Jokowi Yth,

Pengaturan mengenai keadaan darurat  atau “state emegency” ini  diatur dalam Pasal 12 UU 1945. Konstitusi kita menggunakan frasa “keadaan bahaya”.

Nah membaca bagian Penjelasan Pasal 22 UUD 1945 disebutkan bahwa Pasal 22 ini mengenai noodverordeningsrecht (regulasi mendesak) presiden.

Aturan ini secara HTN diperlukan, agar keselamatan negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting. Maknanya  memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pertanyaannya, ada apa urusan PPKM Darurat, Anda mendelegasikan ke Menko Maritim dan Investasi LBP?

Sebagai jurnalis yang selalu menggunakan akal sehat, saya kecewa dalam penjelasan ke publik atas penanganan mandemi saat PPKM darurat, LBP bisa berbeda pendapat dengan Wapres.

Persoalannya bukan soal cara pandang. Tetapi ini masalah bencana nasional yang menyangkut keselamatan rakyat dan Negara.

Apalagi sampai saat ini  UU (Prp) No. 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya masih berlaku. Dalam Pasal 1 ayat (1) UU ini disebutkan bahwa keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang.

Baca Juga: Rumah Biliar Berkedok Latihan Olahraga, Diduga Permainan Pejabat

Tak keliru sejak LBP Anda tunjuk menjadi coordinator PPKM darurat, banyak tokoh dan akademisi menyoroti LBP. Apalagi gaya pendekatannya cenderung otoriter.

Sejalan dengan ketentuan Pasal 12 UUD 1945 juncto ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU No. 23/PRP/1959 menyatakan  pengertian keadaan bahaya juga terdapat dalam UU No. 27 Tahun 1997 tentang Mobilisasi dan Demobilisasi dan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 27 Tahun 1997 disebutkan bahwa keadaan bahaya adalah suatu keadaan yang dapat menimbulkan ancaman terhadap persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan hidup bangsa dan Negara Republik Indonesia. Menurut Pasal 1 angka 19 UU No. 24 Tahun 2007, status keadaan darurat bencana.

Nah, mari kita menyelamatkan Negara dan rakyat menggunakan konstitusi yang berlaku. Artinya k,oordinator PPKM darurat mesti Anda tarik kembali sebagai kewenangan presiden sekaligus kepala Negara.

Temuan ucapan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang gampang menyebut penanganan COVID-19 di Indonesia masih terkendali, saatnya diakhiri dengan fakta lapangan. Apalagi ucapan yang disertai ancaman  manantang pihak yang menyebut COVID-19 di Indonesia tak terkendali agar datang menemuinya.

Pandemi covid-19 adalah bencana nasional. Rakyat tidak butuh retorika. Apalagi bagi rakyat yang sudah terpapar ditinggal sanak saudaranya.

Dari catatan litbang harian Surabaya Pagi, saya mencatat mantan Menkes Dr. dr. Terawan, memiliki track record yang mumpuni untuk urusan kesehatan masyarakat. Apalagi dari data yang saya dapatkan, mantan Kepala RSPAD Gatot Soebroto Jakarta ini masih menjabat ketua IMM (internasional military medicine). IMM adalah WHOnya militer tingkat dunia dan sama-sama dalam naungan PBB.

Sebagai mantan Menkes dengan segudang prestasi di bidang kesehatan, tak salah Dr. Terawan, Anda rangkul. Paling tidak membantu Anda dalam kedudukan ketua task force untuk PPKM darurat.

Ia seorang dokter dan pensiunan jenderal yang humanis. Ini saya simak saat saya menyaksdikan live streaming dengan anggota DPR-RI, yang mengawal  vaksin Nusantara dari gangguan BPOM dan oligarki vaksin.

Bila coordinator PPKM darurat Anda tarik kembali, Negara ini tetap hadir. Anda sebagai presiden sekaligus kepala Negara bisa menunjukan jatidiri Anda. Apalagi Anda mengajak Dr. Terawan, yang memiliki segudang prestasi dan tidak pernah cacat selama menjadi dokter militer. Termasuk menjadi tim dokter kepresidenan. [email protected]

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU