Home / Hukum dan Kriminal : Gelapkan Uang Korban KSP Indosurya

Pengacara Wanita Serahkan Diri, Usai DPO 4 Bulan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 24 Mar 2023 20:15 WIB

Pengacara Wanita Serahkan Diri, Usai DPO 4 Bulan

i

Penampilan Natalia Rusli, saat mendampingi beberapa korban KSP Indosurya, terlihat modis. Namun, dibalik penampilan modis, Natalia justru mengeruk uang dari para korban KSP Indosurya.

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Masih ingat Pengacara Natalia Rusli? Ia pernah ditunjuk konsultan hukum korban kasus penipuan dan penggelapan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, bernama Verawati Sanjaya (VS). Pengacara ini telah terima lawyer fee. Gegara kasus itu, Natalia Rusli, masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polres Metro Jakarta Barat.

Namun, sejak Jumat (24/3/2023) ia, Natalia Rusli, telah ditahan, setelah dua hari lalu  menyerahkan diri ke polisi. Natalia Rusli langsung ditahan polisi. Natalia menyerahkan diri setelah menjadi burunam selama 4 bulan.

Baca Juga: Perusahaan Ekspedisi Minta Polresta Sidoarjo Tangkap Sopir yang Bawa Kabur 40 Ton Pipa Baja

"Kita tahan dan pemeriksaan sesuai SOP. Sekarang yang bersangkutan sudah ditahan," kata Kasatreskrim Polres Jakarta Barat Andri Kurniawan, Jumat (24/3/2023).

Andri mengatakan bahwa Natalia Rusli menyerahkan diri pada Selasa (21/3/2023) malam. Pihaknya langsung melakukan pemeriksaan dan penahanan terhadap Natalia. "Jadi benar bahwa yang bersangkutan menyerahkan diri. Jadi bukan ditangkap. Dia datang, dia tahu dia DPO tapi dia datang menyerahkan diri, yang bersangkutan," ungkapnya.

 

Modus Penipuan Pengacara Natalia

Kuasa hukum Verawati Sanjaya, Susandi, mengungkapkan dalam menarik klien-kliennya, Natalia Rusli menggunakan modusnya dengan cara menunjukkan foto-foto kedekatannya dengan pengacara papan atas. Natalia Rusli, disebutnya, menjanjikan dapat mengembalikan uang para korban KSP Indosurya.

"Sehingga diklaim bahwa hanya satu-satunya melalui jalur Natalia Rusli yang sangat mengenal dekat (menyebut nama pengacara terkenal) yang dapat mengembalikan kerugian para korban dalam waktu beberapa hari ke depan," lanjutnya.

Singkat kata, Susandi menuturkan, karena panik dan sangat tergiur uang kerugian di Indosurya dapat dikembalikan, para korban berbondong-bondong membayar sejumlah uang yang kepada Natalia Rusli sebagai honor advokat atau lawyer fee.

"Jumlahnya sudah ditentukan oleh Natalia Rusli bervariatif mulai dari rate 1,5 persen sampai dengan 5 persen dari total kerugian yang dialami di Indosurya," ucapnya.

 

Ditagih Malah Direspon Negatif

Sementara itu, karena tidak ada sama sekali pembayaran dari Indosurya seperti yang selama ini dijanjikan Natalia Rusli dalam waktu dekat, para korban mulai menagih. Namun, lanjut Susandi, para korban justru diberikan respons Negatif alias  tidak bersahabat.

"Korban justru diberikan respons yang tidak bersahabat. Mulai dari tidak dianggap, difitnah, dijelek-jelekkan di belakang, dan bahkan seluruh akses komunikasi diblokir oleh Natalia, padahal yang bersangkutan masih memegang kuasa para klien," ujarnya.

"Kalau dari klien saya sendiri memang nggak banyak ya Rp 45 juta. Tapi korbannya kan ribuan orang. Kalau digabung bisa ratusan juta," ucapnya.

Karena tidak ada iktikad baik dari Natalia Rusli, para korban akhirnya melaporkan Natalia ke Polda Metro Jaya dengan dugaan penipuan. Belakangan laporan korban kemudian dilimpahkan ke Polres Metro Jakarta Barat.

 

Natalia Menduga Dikriminalisasi

Natalia Rusli menyebut ada dugaan kriminalisasi dalam penetapan DPO tersebut. "Saya mau ungkap upaya kriminalisasi dan pemerasan dibalik kasus saya yang ditangani oleh Polres Jakbar," kata Natalia saat dihubungi, akhir Desember 2022 lalu.

Natalia menerangkan, ada berbagai kejanggalan dalam proses penyidikan pelaporan terhadapnya. Salah satunya adalah ia tak pernah dimintai klarifikasi terkait kasus tersebut hingga dinaikkan statusnya ke penyidikan.

"Perlu diketahui proses dari penyelidikan ke penyidikan tidak dilakukan oleh Polres Jakbar. Natalia belum pernah diklarifikasi pada tahap penyelidikan tapi langsung naik ke tahap penyidikan dan dipanggil sebagai saksi," kata dia.

 

Penetapan Tersangkanya Prematur

Selain itu, pada 30 Juni 2022, ia mengaku menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Dumas yang menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka disimpulkan prematur, terlalu terburu-buru karena bukti-bukti yang belum maksimal.

Baca Juga: 87 KPM BLT-DD di Desa Wonoayu Diduga Digelapkan

"Kenapa saya bisa bilang kasus ini terlalu memaksakan, karena sudah dua kali saya membuat laporan, ke Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) Polda Metro Jaya dan Kepala Biro Pengawas Penyidikan (Karowassidik) Mabes Polri. Hasil gelar perkara keduanya menyatakan bahwa kasus ini tidak terdapat tindak pidana," ungkap Natalia.

 

Pelapor Minta Bayar Rp 6 M

Selain itu, Natalia membeberkan, dalam upaya restorative justice atau damai, pihak pelapor, VS, memintanya membayar Rp 6 miliar.

"Lalu pihak pelapor menyatakan ingin melakukan rujuk, namun setelah ada perwakilan saya yang menemui pihak pelapor, ternyata saya diminta untuk membayar Rp 6 miliar karena sudah banyak operasional pelapor untuk menjalankan laporan polisi ini hingga saya menjadi tersangka," kata dia.

 

Pengacara Kasus KSP Indosurya

Natalia menjelaskan, pelaporan terhadap dirinya bermula ketika ia dan dua rekannya menjadi konsultan hukum korban kasus penipuan dan penggelapan Koperasi Simpan Pinjam Indosurya, VS.

VS memberikan kuasa khusus No.025/SK/MT.IV/2020 kepada Master Trust Law Firm yang salah satu penerima kuasa adalah Natalia Rusli. Kuasa ini tertanggal 16 April 2020. Rusli diminta untuk membuat laporan polisi melalui Kepolisian Daerah Metro Jaya.

VS dan suaminya mengaku mendapatkan kerugian Rp 1 miliar atas penipuan KSP Indosurya.

"Pada 30 Juni 2022 VS melakukan pembayaran operational fee sebesar Rp 45 juta, akumulasi dengan biaya suaminya RS. Namun biaya atas nama VS sendiri hanya Rp 15 juta," jelas Natalia

 

Baca Juga: Jubir Timnas AMIN, Indra Charismiadji Ditangkap Kejaksaan Terkait Dugaan Penggelapan Pajak

Polri Memaksakan Kasus

Menurut Rusli, polisi memaksakan kasus tersebut. Dia mengatakan telah dua kali membuat laporan, kepada Inspektorat Pengawasan Umum Daerah (Itwasda) Polda Metro Jaya, dan Kepala Biro Pengawas Penyidikan (Karowassidik).

"Yang pertama, saya melaporkan kasus ini ke Itwasda Polda Metro Jaya, hasil gelar menyatakan bahwa kasus ini bukan tindakan pidana. Yang kedua, saya membuat laporan ke Karowasisdik, dan hasil gelar menyatakan juga bahwa kasus ini tidak terdapat tindak pidana," katanya.

Namun, menurut Natalia, Polres Jakarta Barat tidak mengikuti dua keputusan tersebut. Karena itu, Natalia menilai Polres Jakbar memaksakan.

"Dan Polres Jakbar tidak mengikuti hasil rekomendasi dari Itwasda, maupun Karowassidik, yang dua-duanya menyatakan bahwa tidak ada tindakan pidana dalam kasus ini, sehingga terkesan memaksakan dan ada upaya mengkriminalisasi saya sebagai advokat," ucapya.

 

Dimintai Uang Rp 6 M

Kemudian, dia mengklaim bahwa pelapor sempat ingin melakukan damai atau rujuk. Tapi, disebut pelapor minta sejumlah uang.

"Lalu pihak pelapor menyatakan ingin melakukan rujuk, namun setelah ada perwakilan saya yang menemui pihak pelapor, ternyata saya diminta untuk membayar Rp 6 miliar karena sudah banyak operasional pelapor untuk menjalankan laporan polisi ini hingga saya menjadi tersangka," katanya.

Selain itu, Natalia Rusli menduga penetapan DPO dikeluarkan agar dia tidak bisa ajukan praperadilan. "Saat saya mau melakukan praperadilan terhadap laporan polisi ini, terhadap Polres Jakbar, segera mereka mengeluarkan pernyataan DPO terhadap saya. Hal tersebut dikarenakan seorang DPO tidak dapat melakukan upaya hukum praperadilan," katanya.

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Kompol Haris Kurniawan  mengatakan berkas perkara yang menjerat tersangka Natalia sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. n jk/erc/cr3/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU