Home / Opini : Surat Terbuka Sosok Penggagas Vaksin Nusantara (3)

Prof Terawan: Pendapat Profesor Diluar Keahlian saya, Bisa Menyesatkan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 10 Jul 2022 10:46 WIB

Prof Terawan: Pendapat Profesor Diluar Keahlian saya, Bisa Menyesatkan

i

Catatan Wartawan Surabaya Pagi, Raditya Mohammer Khadaffi

Wawancara Rossi dan Dr. Terawan, Jumat (8/7/2022) lalu ternyata dilakukan di rumah dinas Terawan yang lokasinya berdekatan dengan RSPAD Gatot Soebroto.

Sebagai jurnalis cetak, saya mencatat Rosi,  pewawancara senior, melontarkan pertanyaan-pertanyaan lugas. Menariknya, makna pertanyaannya bisa ditangkap oleh pemirsa, seperti saya.

Baca Juga: Mengapa Gibran dan Bapaknya Diusik Terus

Wawancara “eksklusif” khas Televisi yang tak hanya menampilkan media audio, tetapi juga penggambaran secara visual. Ada dialog menarik yang bisa disimak pemirsa.

Tentang lokasi wawancara, ruangan tamu yang tampak rapi, ternyata ini ruangan tamu sebuah rumah dengan foto visual penguhinya berpakaian tentara. Terawan mengaku telah menempati rumah dinas ini sejak tahun 2013 silam.

Duduk berhadap hadapan dengan Rosi, Prof. Dr. dr. Terawan, membantah tudingan yang menyebutkan bahwa dirinya menggampangkan persoalan pandemi Covid-19 ketika masin menjabat menkes.

Selama pandemi, Terawan mengaku telah mengupayakan banyak hal mulai dari menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga mengedukasi masyarakat. "Selama impact-nya pada ekonomi itu baik, ya berarti kita berhasil menyelesaikannya semua," tutur dokter kelahiran Jogja.

 

***

 

Mantan Menteri Kesehatan ini mengaku tak pernah merasa gagal selama duduk di Kabinet Indonesia Maju.

Terawan justru mengeklaim, dirinya berhasil menjalankan visi misi yang dicanangkan Presiden Joko Widodo di bidang kesehatan.

"Enggak (pernah merasa gagal). Saya merasa bahwa visi misi presiden telah saya kerjakan. Kan saya paling konsekuen," katanya kepada Pemimpin Redaksi Kompas TV, Rosiana Silalahi dalam program Rosi Kompas TV, Jumat (8/7/2022).

Saat diberi amanah menjabat Menkes, ungkap Terawan, salah satunya ia diminta presiden supaya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak lagi defisit, setidaknya sampai 2024.

Mantan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta itu pun mengeklaim dirinya malah berhasil mencapai misi tersebut lantaran Januari 2021 BPJS profit hingga Rp 18,5 triliun.

Terawan juga mengeklaim, ketika dirinya menjabat menteri kesehatan, harga obat berhasil diturunkan hingga 49 persen.

Selain itu, dia berhasil meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) alat-alat kesehatan dari yang semula kurang dari 10 persen, menjadi 35 persen.

Kemudian, terkait visi misi presiden yaitu menurunkan stunting, dirinya juga telah mengatur pembagian tugas antara Kementerian Kesehatan dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) . Terutama untuk mengendalikan ini.

Baca Juga: Kompromi dengan Pemudik

"Sehingga saya mampu selesaikan ibaratnya empat visi itu dengan baik," klaim suami  Ester Dahlia ini.

Sementara, terkait pandemi Covid-19 di Indonesia, Terawan berpandangan bahwa seluruh dunia mengalami imbas yang sama.

Jadi, kendati dirinya dicopot dari kursi menkes saat pandemi masih berlangsung, Terawan mengatakan, dirinya tak pernah merasa tidak layak menjadi menteri.

Buat Terawan, jabatan hanyalah kewenangan yang diamanahkan pemimpin. Selama diberi kewenangan, Terawan mengaku akan bertanggung jawab sepenuhnya.

"Tidak ada istilahnya karena merasa nggak mampu, merasa lebih mampu, eggak, enggak, itu amanah. Dan saya mengerjakan sesuai tanggung jawab saya dan itu sudah saya wujudkan dengan saya menyelesaikan tugas meskipun hanya setahun lebih tetapi dengan enjoy," kata dia.

 

***

 

Baca Juga: Waspadai! Sindrom Pasca Liburan, Post Holiday

Benarkan sosok Dokter Terawan tak lepas dari kontroversi, juga dikupas dalam wawancara saat itu.  Terawan, pernah dinilai melanggar etik, karena metode cuci otak hingga terobosannya lewat Vaksin Nusantara.

Rosi bertanya? “Mengapa Dokter Terawan begitu berani?”

Dr. Terawan menjawab, di dunia kedokteran, termasuk penelitian medik, seorang dokter dalam melakukan sesuatu, kita sudah tahu takaran dan batasannya, mana yang aman dan tidak aman, dan semuanya ada peraturannya. Dalam bidang kesehatan, peraturan tersebut terdapat di jurnal ilmiah.

Jadi jika ada profesor dan guru besar dari bidang saya yang memberikan pendapat tentang penelitian saya, maka jadi ‘apple to apple’. Dan saya akan mengajaknya diskusi.

Berbeda dengan  profesor dan guru besar yang bukan dari bidang keahlian saya dan mengeluarkan opini yang berbeda tentang penelitian saya. Pendapatnya bisa menyesatkan.

Ini karena di dalam kesejawatan harus saling menghargai.

Semua dokter yang tahu etika, paham tentang kolegium radiologi. Dia memberikan saya kewenangan sesuai dengan sertifikat kompetensi yang saya punya.

Dan untuk menentukan sesuatu benar atau tidak, bukan organisasinya yang manilai, melainkan kolegium perhimpunan. Bahasa keilmuannya, tdak boleh sembarangan orang berbicara mengenai ‘Evidence Based Medicine (EBM)’. (radityakhadaffi/bersambung)

Editor : Raditya Mohammer Khadaffi

BERITA TERBARU