Home / Peristiwa : SPP Gratis Bagi Siswa SMA/SMK Surabaya

Rawan Timbulkan Masalah Baru

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 07 Okt 2021 20:54 WIB

Rawan Timbulkan Masalah Baru

i

Ilustrasi karikatur

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Pemerintah kota Surabaya dalam perubahan anggaran pendapatan belanja daerah (P-APBD) tahun 2021, telah mengalokasikan dana sebesar Rp 47,7 miliar bagi siswa-siswi SMA/SMK yang masuk dalam kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Anggaran tersebut, dialokasikan untuk dua pos biaya pendidikan yakni biaya SPP siswa dan biaya personal berupa seragam siswa. Dari data yang dikumpulkan Surabaya Pagi, untuk seragam siswa secara rinci terdiri atas 2 setel seragam sekolah, baju batik dan seragam olahraga.

Baca Juga: Atasi Banjir dari Saluran Air di Seluruh Kampung

Adapun jumlah siswa MBR SMA/SMK Surabaya yang akan menerima bantuan tersebut berdasarkan data dari Badan Anggaran (Banggar) DPRD Surabaya adalah sebanyak 3.415 siswa.

Rencananya, pemberian bantuan pendidikan ini akan mulai diberlakukan pada semester baru tahun 2022 mendatang.

Niat hati ingin membantu siswa MBR SMA/SMK, nyatanya pemkot Surabaya berpotensi terjebak pada aturan administrasi terkait pengelolaan pendidikan khususnya ditingkat daerah.

Menurut Pemerhati Pendidikan Surabaya sekaligus Ketua Yayasan Guru Belajar Bukik Setiawan, secara administrasi, jenjang pendidikan SMA/SMK masuk dalam ranah pemerintah provinsi. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.

Dalam UU tersebut disebutkan, pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap pendidikan setingkat SD dan SMP. Sedangkan pemerintah provinsi bertanggung jawab atas pendidikan setingkat SMA/SMK. Sementara pendidikan tinggi menjadi ranah dan tanggung jawab pemerintah pusat.

Ditambah lagi, Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indarparawansa telah menggratiskan SPP bagi siswa-siswi SMA/SMK se-Jawa Timur tak terkecuali Surabaya sejak 2019 lalu.

"Adanya anggaran SPP Siswa SMA/SMK di APBD Kota Surabaya menunjukkan potensi penganggaran ganda untuk pos yang sama," kata Bukik Setiawan kepada Surabaya Pagi, Kamis (07/10/2021).

Oleh karenya, Bukik meminta, agar anggaran Rp 47,7 miliar dalam P-APBD tersebut dapat dialokasikan oleh Pemkot Surabaya untuk melakukan terobosan kreatif khususnya terkait pemberian dukungan pada siswa SMA/SMK di Surabaya.

"Bila memang berniat baik, Pemkot Surabaya bisa melakukan terobosan kreatif, bukan dengan memasukkan posting SPP yang sudah menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi Jawa Timur," ucapnya.

Setidaknya ada 4 terobosan kreatif yang ditawarkan oleh Bukik kepada pemkot Surabaya dalam meningkatkan mutu pendidikan SMA/SMK. Pertama adalah beasiswa dasar. Beasiswa dasar ini berkaitan dengan pemberian perangkat, peralatan dan media belajar termasuk kuota data kepada para siswa. Mengingat saat ini proses pembelajaran belum 100% tatap muka atau masih dalam kombinasi antara belajar tatap muka dan sekolah online.

Terobosan kreatif berikutnya adalah beasiswa karier. Dalam beasiswa ini, siswa SMA/SMK akan dilatih dan dibekali dengan beragam wawasan dan kompetensi sehingga mampu meningkatkan employability para siswa ketika akan terjun ke dunia kerja nanti.

Ketiga adalah pemberian beasiswa guru dan kepala sekolah. Melalui beasiswa ini, guru dan kepala sekolah SMA/SMK akan diwajibkan untuk mengikuti beragam pelatihan pembelajaran dan kepemimpinan.  Tujuannya adalah agar guruh dan sekolah yang menampung siswa memiliki kompetensi dan kualitas yang mempuni dalam membina dan mendidik para siswa.

Terakhir adalah inkubasi dan pameran karya siswa SMA/SMK. Langkah inovasi terkahir inu berkaitan dengan dukungan pemerintah, melalui pemberian fasilitas ataupun tempat bagi semua siswa SMA/SMK di Surabaya agar bisa berkarya dan memamerkan karyanya ke publik.

"Jadi banyak terobasan kreatif yang bisa dilakukan pemkot. Karena kalau untuk pembiayaan SPP takutnya itu tadi adanya penganggaran ganda untuk pos yang sama," katanya.

 

Campur Aduk

Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thony Ajak Warga Budayakan Tidak Buang Sampah di Saluran Air

Senada dengan itu, Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur, Isa Ansori menyampaikan, selama ini pemerintah selalu mencampuradukan apa yang termasuk biaya pendidikan. Seolah-olah, biaya pendidikan itu hanya persoalan SPP dan seragam sekolah.

Nyatanya kata Isa, dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), biaya pendidikan terbagi atas 3 macam diantaranya adalah biaya investasi, biaya operasional dan biaya personal. Selain itu standar pembiayaan pendidikan sendiri juga telah diatur dalam Permendiknas no 41 tahun 2007.

Perlu diketahui, biaya investasi pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Sementara biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

Dan untuk biaya operasional satuan pendidikan meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji. Selain itu pula, ada juga biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.

"Selama ini untuk sekolah negeri pemerintah hanya membantu di biaya investasi dan operasional, sedang di sekolah swasta hanya biaya operasional. Nah akibat itu, maka tidak akan mungkin ada pendidikan gratis selama yang dibantu pada persoalan-persoalan yang tidak tuntas," katanya.

Predikat sekolah gratis yang selama ini digaungkan oleh pemerintah, kata Isa, berpotensi menimbulkan masalah baru khususnya antara sekolah dan masyarakat. Karena dalam benak masyarakat, gratis artinya tidak membayar sama sekali, sementara sekolah justru sebaliknya. Karena standar biaya pendidikan minimal tidak ditentukan oleh pemerintah.

Sebagai contoh, bantuan sumbangan anggaran dari pemerintah untuk SPP siswa  sebesar Rp150 ribu, sementara SPP di Surabaya mencapai Rp200 ribu. Maka sisanya Rp50 ribu menjadi tanggungan orang tua murid.

"Hal mendasar yang harus dilakukan adalah pemerintah menentukan dulu standar biaya pendidikan minimal bermutu setiap sekolah, setelah itu pemerintah bisa menetukan besaran bantuan untuk menuju bermutu itu, kalau bantuan pemerintah melebihi kebutuhan bermutu atau sama, maka sekolah bisa gratis, tapi kalau bantuan pemerintah lebih kecil dari kebutuhan bermutu sekolah, maka masyarakat masih sangat membutuhkan bantuan, untuk menambal kekurangan tadi," tegasnya.

"Surabaya belum ada (standar biaya minimal pendidikam bermutu-red) Nah itu yang harus dibuat kajiannya! Karena akan banyak variabel penentu biaya yang dibutuhkan," katanya lagi.

Baca Juga: Halal Bihalal Hari Pertama Masuk Kerja, DPRD Surabaya Optimalkan Kinerja

Dengan diketahui standar biaya minimal pendidikan bermutu itulah, kata Isa, akan mampu mencegah anak anak putus sekolah dan pemerintah pun bisa mendapatkan jaminan minimal bermutu pendidikan di wilayahnya.

 

Kebutuhan Tiap Sekolah

Tak hanya itu melalui standar tersebut, pemerintah juga akan mengetahui kebutuhan setiap sekolah, yang kemudian mempermudah pemerintah dalam mengkonversikan kebutuhan tersebut ke dalam anggaran yang telah disediakan baik pemkot maupun pemprov.

Selama ini yang terjadi, bantuan pemerintah melalui Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) diberikan sama rata ke setiap sekolah. Hal ini menurutnya sangat tidak tepat. Ia pun mencontohkan antara SMAN 2 Surabaya dan SMAN 12 Surabaya, mendapatkan BPOPP dari Pemprov Jatim dengan nilai yang sama. Padahal menurut Isa, kebutuhan bermutu kedua sekolah tersebut jelas berbeda.

"Kalau mengacu pada kajian saya 4 tahun yang lalu, kebutuhan SMA untuk minimal bermutu per anak sekitar 600 ribu perbulan, sedang SMK bisa sampai 900 ribu perbulan, kalau dikalikan 12, untuk SMA bisa 7 jutaan, untuk SMK bisa 9 Jutaan, sementara bantuan BOPP per bulan sekitar 200 - 250 ribu, lalu kekurangannya diambil dari mana?," katanya.

"Sehingga perlu dibuat standar penentuan biaya pendidikan minimal bermutu. Ini juga bagian dari keterbukaan publik menuju layanan pendidikan yang bersih," tambahnya lagi.

Keunggulan lain dari adanya standar penentuan mutu sekolah kata Isa, adalah mampu menciptakan trademark bagi sekolah-sekolah di Surabaya. Contohnya, sekolah A unggul dalam olahraga, sekolah B sains, sekolah C seni dan seterusnya.

"Sehingga setiap sekolah bisa membangun keunggulannya masing-masing sebagai branding sekolah," pungkasnya.

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU