Ubedilah Diteror, ICW dan PB HMI Bereaksi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 16 Jan 2022 20:10 WIB

Ubedilah Diteror, ICW dan PB HMI Bereaksi

i

Kaesang Pangarep, Ubedillah Badrun, Gibran Rakabuming Raka dan Immanuel Ebenezer.

Satu minggu Pelaporan Gibran dan Kaesang, ke KPK, Makin Panas

 

Baca Juga: Suami Sandra Dewi, Disidik 2 Kasus Korupsi Timah dan TPPU

 

 

 

Dosen UNJ tak Takut Dilaporkan Relawan Jokowi Mania. Kini Ia dapat amunisi dukungan dari berbagai kalangan. Termasuk Pengurus PB HMI yang Tuding Immanuel Cari Sensasi

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Laporan terhadap Gibran Rakabuming raka dan Kaesang Pangarep, putra dari Presiden Joko Widodo, ke KPK, makin panas. Muncul beberapa reaksi. Terutama setelah relawan Jokowi Mania laporkan

Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun.

Dosen yang aktivis 98 ini mengaku kini diteror di medsos dan fisik. Meski ada teror, Ubed, tak grogi. Apalagi takut. Termasuk menanggapi laporan relawan Jokowi Mania (JoMan) yang menuduhnya memfitnah Gibran dan Kaesang.

Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun sampai semalam, ogah meminta maaf kepada Gibran dan Kaesang. Apalagi ke Relawan Jokowi Mania, karena ia merasa dirinya tidak pernah memfitnah pihak mana pun.

"Laporan ke KPK itu do process of law, tidak perlu minta maaf.

Saya tidak memfitnah, itu langkah laporan hukum," kata Ubedilah saat dikonfirmasi,Sabtu (15/1/2022).

 

Laporannya Hak WNI

Ubedilah Badrun menegaskan, tidak ada kepentingan politik di balik keputusannya melaporkan dua anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia menekankan, melaporkan dugaan tindak pidana ke aparat penegak hukum merupakan salah satu hak warga negara yang dijamin oleh undang-undang.

"Bahwa ada kepentingan politik, enggaklah, saya ini kan akademisi, saya bukan politisi, sebagai warga negara berhak untuk melakukan (laporan) itu," kata Ubedilah saat ditemui di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Sabtu (15/1/2022).

 

ICW Dorong KPK

Sementara Indonesia Corruption Watch (ICW) bereaksi atas laporan dosen UNJ ke KPK. ICW dorong KPK mengusut tuntas pelaporan Ubedilah atas dugaan kasus tersebut, yang disebut-sebut melibatkan Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.

“Itu proses hukum (pelaporan Ubedilah), dan itu dijamin menjadi tugas KPK,” ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam diskusi bertajuk “Politik Lapor-lapor KPK” yang digelar di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (15/1).

Kurnia menjelaskan, menjadi kewajiban KPK apabila ada masyarakat yang melaporkan kasus dugaan tindak pidana korupsi. Sebabnya, hal itu diatur di dalam Pasal 6 dan Pasal 11 UU KPK.

“Kalau kita bicara konstruksi hukumnya, ada. KPK punya kewenangan, dan KPK berkewajiban menerima masyarakat yang mengetahui ada dugaan tindak pidana korupsi,” kata Kurnia.

“Siapa yang membuktikan? Yang membuktikan bukan pelapor. Pelapor kan masyarakat yang punya keterbatasan akses, yang penting diakui oleh publik yang membeli perusahaan,” sambungnya.

Maka dari itu dalam konteks pelaporan Ubedilah, Kurnia mendorong KPK untuk membuktikan dugaan tindak pidana yang dilakukan dua putra Kepala Negara tersebut.

Sebab dia menilai, dalam prinsip hukum ada yang namanya equality before the law, sehingga siapa pun yang dilaporkan layak untuk ditindaklanjuti oleh KPK.

 

Imanuel cari Sensasi

Sementara Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) MPO, Affandi Ismail menuding langkah Immanuel sebatas mencari sensasi. Lebih-lebih, Gibran yang dilaporkan oleh Ubedilah mengaku tidak mau mengambil langkah untuk melaporkan balik.

Ubedilah yakin sejak tahun 1998 berjuang tidak ada penguasa yang bisa bertindak semena-mena kepada rakyat. Makanya ia heran, ada alumni 1998 yang malah jadi pihak yang menginjak-injak hak rakyat ketika melaporkan dugaan tindak pidana kepada aparat yang berwenang.

Ia pun meminta agar pihak-pihak lainnya, untuk tidak melakukan tindakan-tindakan non-demokratis seperti yang dilakukan oleh Immanuel. Ia meminta agar pihak-pihak lain membiarkan aparat yang berwenang, dalam hal ini KPK, menindaklanjuti laporan yang dilakukan oleh Ubedilah Badrun.

"Ini kan negara hukum, maka biarkan hukum yang membuktikan. Jangan memberangus demokrasi dengan tindakan-tindakan seperti pelaporan balik," tandasnya, sambil menyatakan dirinya merasa difitnah oleh relawan Jokowi Mania (JoMan). Ini menyusul laporan Joman terhadap Ubedillah atas tuduhan fitnah kepada Gibran Rakabuming raka dan Kaesang Pangarep.

Dosen Ubedillah mengatakan seharusnya yang melaporkannya ke polisi adalah pihak Kaesang atau Gibran. Ini menyusul laporan dirinya ke KPK pada putra Presiden Jokowi terkait kasus dugaan korupsi.

"Oh itu yang dia tuduhkan kepada saya kan fitnah. Fitnah itu delik aduan, delik aduan itu yang mesti ajukan itu adalah korban. Noel itu korban apa dan korban siapa. Dan saya tidak pernah berinteraksi dengan dia," kata Ubedillah dalam acara Total Politik ditemui di Bangi Kopi Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (15/1/2022).

 

Tak Terganggu Joman

Ubedillah mengaku sama sekali tidak terganggu atas laporannya JoMan ke polisi. Ia menghormati setiap hak warga negara untuk meminta untuk meminta keadilan melalui proses hukum.

Meski begitu, Ubedillah merasa aneh kenapa dirinya dilaporkan oleh Joman bukan sebagai pihak yang merasa dirugikan.

"Itu kan hak warga negara ya, bagi saya setiap warga negara boleh melaporkan apapun juga harus didukung dengan bukti. Karena dia bukan korban ya aneh gitu," ungkapnya.

Meski demikian, Ubedillah menilai laporan tersebut sudah menjadi resiko yang harus dihadapi.

Baca Juga: Politisi Jalin Politik Silaturahmi

Kekinian Ubedillah tengah menunggu proses seperti apa yang disampaikan nanti oleh KPK atas laporan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) terkait relasi bisnis dua putra Presiden Jokowi.

"Ya itu risiko saya sebagai pelapor pasti ada orang-orang yang ingin melakukan banyak hal, termasuk melaporkan saya itu," imbuhnya.

 

Sangat Jelas

Ubedilah menambahkan, riset yang dia lakukan bersama timnya menunjukkan dugaan-dugaan yang mengarah pada tindak pidana korupsi dan atau pencucian uang oleh Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.

Sehingga, laporan yang dia sampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan perkara ini tidak bisa disebut sebagai tindakan politis.

"Bahwa apa yang saya lakukan adalah hasil riset," ujar Ubedilah.

Ubedilah menuturkan, riset yang dia lakukan berawal dari satu konsep baru yang dia temukan, terkait dengan relasi kekuasaan dengan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

"Konsep itu sudah saya tuangkan dalam sebuah artikel berjudul 'New Kleptokrasi'. Saya mau beranikan riset saya itu yang sudah saya publikasikan," imbuhnya.

Lebih lanjut, data dugaan tindak pidana pencucian uang Gibran dan Kaesang yang dia laporkan ke KPK sudah sangat jelas. Di mana, terdapat data angka-angka investasi yang dilakukan grup Sinar Mas kepada usaha minuman dan kuliner dua anak Jokowi ini.

Dia menegaskan, dalam risetnya itu pihaknya tidak hanya menggunakan metode penelitian kuantitatif ataupun kualitatif.

"Ada mixed method (research), itu bisa ditambahkan. Mengapa yang saya sebutkan tadi data-data? Ya karena sesuai data-data," demikian Ubedilah.

Ubedilah menuturkan, ia merupakan seorang dosen yang berstatus aparatur sipil negara (ASN) sehingga ia tunduk pada kepentingan negara.

Oleh karena itu, Ubedilah merasa memiliki kewajiban untuk membela negara apabila ada praktik penyelenggara negara yang bertentangan dengan undang-undang.

"Apa yang saya lakukan dalam kerangka untuk membuat negara ini hadir menampilkan good governance. Apa yang saya lakukan ini adalah juga tanggung jawab moral intelektual saya," kata dia.

Ubedilah mengakui, dirinya sudah memperkirakan bahwa keputusannya melaporkan Gibran dan Kaesang akan menimbulkan berbagai risiko karena hal itu merupakan isu yang sangat sensitif.

"Tetapi karena saya berniat baik, saya berniat untuk kepentingan bangsa yang lebih baik ke depan, bagaimana menghadirkan good governance, ya saya bismillah maju. Mudah-mudahan memberi manfaat untuk kepentingan bangsa di masa depan," kata Ubedilah

 

Dilaporkan Fitnah

Laporan JoMan telah teregistrasi dengan Nomor: LP/B/239/I/2022/SPKT/Polda Metro Jaya, tertanggal 14 Januari 2022.

Baca Juga: Jokowi vs Mega, Prabowo vs Mega = Kekuasaan

Dalam laporannya, JoMan mempersangkakan Ubedillah dengan Pasal 317 KUHP tentang Fitnah.

Sedangkan Pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menduga langkah relawan Jokowi Mania laporkan Ubedilah Badrun ke Polda Metro Jaya, sebagai upaya pengalihan perhatian publik.

Hal tersebut diduga bertujuan agar perhatian publik menjauh dari laporan dugaan Kolusi Korupsi Nepotisme ( KKN) yang dilakukan dua putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, di KPK.

 

Kelucuan dari Proses Hukum

"Jadi, upaya laporan itu bagian dari mengajak perhatian publik lari dari substansi laporan (Ubedilah Badrun)," kata Ray dalam diskusi di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (14/1/2022).

Ray menilai laporan JoMan jadi hal yang lazim di era sekarang, yakni menjauhkan publik dari substansi laporan dugaan KKN tersebut.

Menurutnya, semestinya pelaporan Ubedilah Badrun bisa dilakukan setelah berkas laporannya tak terbukti.

Sehingga, pihak yang merasa dirugikan bisa melaporkan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik.

"Kalau ini dilaporkan lebih dahulu, laporan pencemaran nama baik duluan yang diusut, itu yang saya bilang kelucuan dari proses hukum," ucapnya.

 

Jokowi tak Pernah Berpikir

Sementara Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Faldo Maldini, mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo, tidak pernah berfikir akan memanfaatkan instrumen negara, untuk bisa memperkaya keluarga.

Hal ini disampaikan untuk merespons langkah Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, yang melaporkan kedua putra Presiden Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, ke pihak KPK atas dugaan kasus korupsi dan pencucian uang.

“Tidak ada sedikit pun pikiran dari Pak Jokowi untuk memperkaya diri, keluarga, melalui instrumen negara,” ujar Faldo dalam agenda diskusi di Jakarta, Sabtu, (15/1/ 2022).

Namun demikian, Faldo tetap akan menyerahkan sepenuhnya, kepada bagaimana mekanisme hukum yang berlaku.

“Jika terbukti, kita lihat bagaimana mekanisme hukumnya. Namun, jika tidak terbukti, kita anggap saja ini ada bunga-bunga yang akan mekar jelang tahun-tahun politik,” kata Faldo yang juga merupakan politikus PSI .

“Kita tunggu di APH (Aparat Penegak Hukum) ya, terlepas dari itu tidak ada sedikit pun pikiran dari pak Jokowi untuk memperkaya diri keluarga melalui instrumen negara,” imbuhnya lagi.

Gibran yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo mengaku tidak mempermasalahkan laporan itu. Ia juga menyatakan siap memberi keterangan apabila dipanggil KPK.

“Dilaporkan ya silakan dilaporkan. Kalau salah ya kami siap,” ujarnya. n jk, er, 07, 03

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU